Perekonomian Pakistan berkembang terlalu lambat untuk meningkatkan standar hidup atau menciptakan lapangan kerja yang cukup bagi populasinya yang terus bertambah, menurut Financial institution Dunia.

“Bisnis yang berjalan seperti biasa tidak baik bagi perekonomian,” kata Mukhtar Ul Hasan, ekonom di Financial institution Dunia, dalam sebuah pengarahan di Islamabad. “Potensi pertumbuhan Pakistan telah menurun selama beberapa dekade” karena lemahnya daya saing, terbatasnya reformasi, dan krisis yang berulang, kata Hasan, penulis utama laporan perekonomian negara tersebut.

Perekonomian negara ini diperkirakan akan tumbuh sebesar 3 % pada tahun yang berakhir pada bulan Juni dan 3, 4 % pada tahun keuangan berikutnya, menurut Bank Dunia. Ekspansi ini masih jauh dari kecepatan yang dibutuhkan untuk menyerap 1, 6 juta pendatang baru ke dalam angkatan kerja setiap tahunnya, kata Hasan. Bank sentral Pakistan memperkirakan pertumbuhan berada di paruh atas kisaran 3, 25 %- 4, 25 %.

Prospek ini menggarisbawahi tantangan struktural yang dihadapi negara dengan ekonomi terbesar kedua di Asia Selatan ini, dimana krisis yang berulang kali memaksa dilakukannya dana talangan (bailout). Bank Dunia mendesak para pembuat kebijakan untuk beralih dari schedule stabilisasi jangka pendek ke schedule reformasi jangka panjang yang berfokus pada produktivitas, ekspor dan investasi sektor swasta untuk meningkatkan pendapatan dan mengurangi kerentanan.

Namun perekonomian Pakistan kembali stabil setelah pemerintah berhasil menghindari gagal bayar utangnya dua tahun lalu. Hal tersebut dan lemahnya permintaan konsumen telah menyebabkan harga konsumen turun di bawah 10 % pada tahun lalu setelah gelombang inflasi dan devaluasi mata uang yang mencapai rekor dalam beberapa tahun sebelumnya.

Mengurangi inflasi menurunkan kemiskinan menjadi 22 % pada tahun fiskal 2025 dari 25 % pada tahun sebelumnya, menurut Christina Wieser, ekonom elderly di financial institution tersebut. Diproyeksikan tetap di kisaran 21 %, kata Hasan.

Pakistan di bawah program pinjamannya dengan Dana Moneter Internasional telah menaikkan harga energi dan sedang dalam proses menjual perusahaan milik negara, termasuk Pakistan International Airlines yang merugi.

Pakistan harus mendorong “reformasi yang mendalam dan bermakna” untuk menggerakkan negara menuju jalur pembangunan yang lebih cepat, kata Hasan.

Tautan Sumber