Selasa, 8 Juli 2025 – 20:12 WIB

Jakarta, Viva – UU Pilkada kembali digugat oleh sejumlah masyarakat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para pemohon meminta MK untuk mengatur calon bupati hingga calon gubernur terpilih wajib mendapat lebih dari 50 persen suara sah.

Baca juga:

DPR Sebut Tak Perlu Revisi UU MK Usai Putusan Pemilu Dipisah

Gugatan itu teregister dengan nomor perkara 110/PUU-XXIII/2025. Dikutip dari situs MK, gugatan itu diajukan tiga warga bernama Terence Cameron, Geszi Muhammad Nesta dan Adnisa Prettya.

Ketiganya mengajukan gugatan terhadap pasal 107 ayat (1) dan pasal 109 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Baca juga:

Nasdem Minta MPR Sikapi Putusan MK soal Pemilu Dipisah: Jangan Sampai Deadlock

Pemohon menilai pasal yang berlaku saat ini menyebabkan pasangan calon dapat terpilih dengan perolehan suara 6,67 persen. Mereka menilai hal tersebut menyebabkan ketidakpastian hukum dna kemunduran demokrasi.

“Juga berpotensi menghasilkan pasangan calon terpilih yang sebenarnya tidak dikehendaki oleh mayoritas pemilih dan juga bukan pasangan calon yang terbaik,” dikutip dari gugatan tersebut, Selasa, 8 Juli 2025.

Baca juga:

Pemerintah Petakan Risiko hingga Tata Kelola Anggaran Imbas Putusan MK soal Pemilu Dipisah

Para pemohon juga menjadikan Pilgub DKI Jakarta yang menganut aturan calon terpilih harus mendapat lebih dari 50 persen suara, sebagai patokan. Menurutnya, aturan itu harusnya berlaku di seluruh Indonesia.

“Bahwa ketentuan syarat perolehan suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dan pemilihan putaran kedua merupakan ketentuan yang paling adil dan demokratis, serat berkepastian hukum yang adil karena memastikan bahwa pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang dikehendaki oleh mayoritas pemilih,” kata dia.

Berikut petitum lengkap para pemohon yang menggugat UU Pilkada ke MK:

1. Berikan penerapan pelamar untuk keseluruhan;

2. Menyatakan ketentuan di dalam Pasal 107 ayat (1) UU Pilkada yang berbunyi: ‘Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati terpilih serta pasangan Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota terpilih’ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

‘Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) ditetapkan sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati terpilih serta pasangan Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota terpilih, dan dalam hal tidak ada pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati yang memperoleh suara lebih dari 50 persen (lima puluh persen), diadakan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota putaran kedua yang diikuti oleh pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama’.

3. Menyatakan ketentuan di dalam Pasal 109 ayat (1) UU Pilkada yang berbunyi ‘Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih’ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: ‘Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) ditetapkan sebagai pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih, dan dalam hal tidak ada pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang memperoleh suara lebih dari 50 persen (lima puluh persen), diadakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur putaran kedua yang diikuti oleh pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama’.

4. Memerintahkan pemuatan Putusan Mahkamah Konstitusi ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; atau Apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (dari level dan bagus).

Halaman Selanjutnya

Berikut petitum lengkap para pemohon yang menggugat UU Pilkada ke MK:

Halaman Selanjutnya

Tautan sumber