Terpilihnya seorang imigran Muslim sayap kiri, yang berencana menaikkan pajak bagi pengusaha besar dan orang kaya, untuk menjalankan kota terbesar dan terpenting di Amerika Serikat merupakan momen politik yang menentukan.

Kemenangan mudah Zohran Mamdani dalam pemilihan walikota New York City telah menarik perhatian global. Ia mendapat pujian karena memberikan suara kepada kaum marginal, namun ia juga dikritik karena usulannya yang luas mengenai perubahan sosial dan ekonomi di pusat kapitalisme global.

Kenaikan Zohran Mamdani terbantu oleh kampanyenya yang tak kenal lelah.Kredit: Bloomberg

Mamdani, kandidat dari Partai Demokrat, mengalahkan mantan gubernur New York Andrew Cuomo, seorang Demokrat yang mencalonkan diri sebagai calon independen setelah kalah dalam pemilihan pendahuluan partai dari Mamdani pada bulan Juni. Kandidat Partai Republik, Curtis Sliwa, gagal memperoleh persentase suara utama sebanyak dua digit.

Mamdani, 34, adalah wali kota termuda kedua di New York. Ia juga merupakan orang Muslim pertama dan sosialis demokratis kedua yang memegang jabatan tersebut.

Seperti yang dikatakan koresponden Amerika Utara Michael Koziol kepada pembacanya, komunikator yang sangat berbakat ini berkampanye terutama untuk mengatasi masalah keterjangkauan di New York. Ia berencana membangun perumahan sosial, membekukan harga sewa apartemen yang distabilkan harga sewanya, menggratiskan bus, dan memperkenalkan layanan penitipan anak gratis untuk semua anak di bawah usia lima tahun.

Bagaimana cara membayarnya? Dengan memungut pajak pendapatan kota sebesar 2 persen bagi siapa pun yang berpenghasilan lebih dari $US1 juta per tahun ($1,5 juta), dan menaikkan tarif pajak perusahaan tertinggi dari 7,5 persen menjadi 11,5 persen, sama dengan negara tetangganya, New Jersey.

Para pengkritiknya telah menarik perhatian pada dukungannya di masa lalu terhadap gerakan “defund the Police”, dan mereka mempertanyakan komitmennya untuk menjaga keamanan kota. Mereka juga merujuk pada pernyataannya mengenai Israel dan penolakannya untuk mengutuk ungkapan “globalisasi intifada”. Meskipun kampanye Mamdani patut mendapat sorotan, sayangnya beberapa kritik mengarah ke Islamofobia besar-besaran.

Sebagai Waktu New York Perlu dicatat, naiknya Mamdani juga didukung oleh kampanye yang tak kenal lelah.

“Dia menjadikan pesan ekonominya kepada ratusan ribu Muslim di kota itu sebagai bagian penting dari operasinya, mengunjungi lebih dari 50 masjid, beberapa kali, dan menjadi tuan rumah bank telepon dalam bahasa Urdu, Arab, Bangla, dan bahasa-bahasa lainnya,” ungkapnya. Kali menulis.

Tautan Sumber