Kamis, 15 Mei 2025 – 18: 51 WIB
Jakarta, Viva — Pelaku usaha sektor pertambangan diwanti-wanti harus memprioritaskan restorasi ekologis pascatambang dalam operasional bisnisnya. Hal tersebut sebagai bagian dari tanggung jawab jangka panjang untuk pemulihan lingkungan.
Baca juga:
DHE Dinilai Bisa Akselerasi Program Hilirisasi, Begini Penjelasannya
Anggota Komisi XII DPR RI Mukhtarudin mengatakan mengatakan, upaya pemulihan lingkungan tidak boleh berhenti pada reklamasi teknis. Tetapi, harus menyentuh pemulihan ekosistem secara menyeluruh.
“Restorasi ekologis bukan sekadar menutup lubang bekas tambang atau menanam pohon, yang kita butuhkan adalah pemulihan fungsi ekologis, air, tanah, vegetasi, dan keanekaragaman hayati yang benar-benar hidup kembali,” ujar Mukhtarudin dikutip dari keterangannya, Kamis, 15 Mei 2025
Baca juga:
Dedi Mulyadi: Orang Kalimantan Timur Tidak Usah Kerja Bisa Hidup
Anggota Komisi XII DPR RI Mukhtarudin
Mukhtarudin word play here menyoroti masih banyaknya lokasi bekas tambang yang terbengkalai, baik oleh perusahaan yang telah pailit maupun yang tidak menjalankan kewajiban pascatambang sesuai ketentuan. Hal itu, menurutnya, menunjukkan lemahnya sistem pengawasan dan perlunya penguatan regulasi berbasis keberlanjutan.
Baca juga:
Kisah Ema Suranta Nasabah PNM Mekaar Buat Usaha Ultra Mikro ke Dampak Makro
“Banyak IUP (izin usaha pertambangan) yang meninggalkan lubang tambang begitu saja, dan masyarakat sekitar menanggung risiko ekologisnya. Negara tidak boleh membiarkan ini terus terjadi,” kata lawmaker dari Daerah Pemilihan Kalimantan Tengah ini pula.
Karena itu, Mukhtarudin mendorong agar pengawasan terhadap pemanfaatan dana jaminan pascatambang dilakukan secara transparan dan akuntabel. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan diminta agar memperkuat koordinasi dalam mengawasi proses pemulihan lingkungan.
Selain itu, dia menilai bahwa praktik restorasi terbaik yang telah dilakukan oleh sejumlah perusahaan seperti revegetasi berbasis spesies lokal dan pengembangan Taman Keanekaragaman Hayati (Taman Kehati) perlu direplikasi secara luas, terutama di daerah dengan tingkat kerusakan lingkungan yang tinggi akibat tambang.
Danau bekas galian tambang kaolin di Belitung
“Restorasi ekologis harus dijadikan indikator utama dalam evaluasi izin usaha pertambangan. Kalau tidak mampu memulihkan lingkungan, ya jangan diberi kelonggaran izin,” kata dia.
Mukhtarudin juga mendorong integrasi prinsip berbasis lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG/ Lingkungan, sosial, dan pemerintahan ke dalam sistem insentif dan pembiayaan di sektor tambang.
“Kita perlu memastikan bahwa investasi di sektor ini berpihak pada keberlanjutan, bukan sekadar mengejar keuntungan jangka pendek,” ujarnya. (Ant)
Halaman Selanjutnya
Selain itu, dia menilai bahwa praktik restorasi terbaik yang telah dilakukan oleh sejumlah perusahaan seperti revegetasi berbasis spesies lokal dan pengembangan Taman Keanekaragaman Hayati (Taman Kehati) perlu direplikasi secara luas, terutama di daerah dengan tingkat kerusakan lingkungan yang tinggi akibat tambang.