Jakarta, Viva — Komisi Pemberantasan Korupsi, memberi respons terkait dengan pandangan kubu Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, soal Berita Acara Pemeriksaan (BAP) ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar.
Baca juga:
Kata KPK Soal Penyadapan Tanpa Izin Dewas Jadi Sorotan dalam Sidang Hasto
KPK meminta kepada kubu Hasto, tetap menghormati apapun pendapat dan keterangan dari Ahli Pidana yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan beberapa waktu lalu.
“Mari kita hormati pendapat atau keterangan ahli dalam persidangan ini berdasarkan keahlian khusus dan pengetahuannya,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa 10 Juni 2025
Baca juga:
KPK Kembali Lelang Barang Rampasan Koruptor, Banyak Sepeda Mewah
Budi menilai bahwa setiap pendapat dan keterangan saksi, merupakan hal yang dinyatakan sah sebagai alat bukti dalam proses hukum.
“Tentu pendapat dan keterangannya juga untuk mendukung proses pembuktian dalam perkara ini,” kata Budi.
Baca juga:
KPK Ungkap Kendala Belum Panggil Ridwan Kamil di Kasus Dugaan Korupsi BJB
Selanjutnya, terkait rasa janggal dari Kubu Hasto soal BAP Ahli Pidana yang menyatakan bahwa laporan penyidik KPK ke Komnas HAM dan Dewas KPK adalah perintangan penyidikan, sudah diklarifikasi kembali oleh Ahli Pidana.
“Ahli sudah klarifikasi di persidangan kemarin, bahwa menurut pendapat Ahli Perintangan Penyidikan hanya terkait BBE yang menjadi objek di perkara ini,” ucapnya.
“Sedangkan terkait laporan ke Dewas, Komnas pork, yang merupakan pertanyaan dari kuasa hukum terdakwa, juga sudah dijawab oleh Ahli,” sambung Budi.
Sebelumnya, tim hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy turut menyoroti terkait dengan laporan kubu Hasto terhadap penyidik KPK ke Dewas KPK hingga Bareskrim Polri. Hal itu sempat ditanyakan dalam persidangan kepada ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Muhammad Fatahillah Akbar.
Dalam pernyataannya, laporan kepada penyidk KPK dinilai sebagai merintangi penyidikan. Ronny menilai justru berpotensi menyesatkan proses hukum.
Hal ini disampaikan Ronny saat rehat sidang lanjutan Hasto Kristiyanto dalam perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan Harun Masiku di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis 5 Juni 2025
“Saya ingin menyampaikan ada hal yang menurut saya sesuatu yang aneh dan ganjil dalam BAP dari saudara ahli yang bernama Muhammad Fatahillah Akbar,” ujar Ronny di Pengadilan Tipikor.
Ronny turut menyoroti salah satu pertanyaan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang menyinggung soal pelaporan terhadap penyidik oleh pihak Hasto ke sejumlah lembaga, termasuk Dewan Pengawas (Dewas) KPK dan Bareskrim Polri, serta pelaksanaan konferensi pers.
Menurutnya, jika penggunaan hak hukum tersebut dianggap sebagai bentuk perintangan penyidikan, maka itu merupakan bentuk penyimpangan yang membahayakan sistem peradilan.
“Kalau kita dalam hal ini menggunakan hak hukum kita untuk melaporkan penyidik yang menurut kami bekerja tidak profesional, kepada Dewas KPK, Bareskrim, kemudian melakukan upaya hukum, melakukan konferensi pers, dianggap ini merintangi penyidikan, menurut saya ini sudah keterlaluan,” kata Ronny.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional ini pun menekankan bahwa laporan pihaknya telah diterima dan saat ini Dewas KPK masih memeriksa dugaan pelanggaran etik oleh salah satu penyidik KPK bernama Rossa Purbo Bekti.
“Artinya apa teman-teman? Kalau hukum kita pergunakan seperti ini, kita jalankan seperti ini, kita tidak berhasil sebagai negara hukum,” sebut dia.
Ronny mengingatkan bahwa penggunaan hak jawab, termasuk melalui media massa, tidak boleh dipandang sebagai bentuk menghalangi penyidikan. Ia bahkan mempertanyakan apakah kerja-kerja jurnalis dalam memberitakan kasus juga bisa dianggap sebagai perintangan.
“Apabila kita menggunakan hak hukum kita kemudian dianggap sebagai perintangan penyidikan, wah berbahaya. Apalagi kawan-kawan media ketika melakukan peliputan, memberitakan, kemudian dianggap perintangan penyidikan. Teman-teman setuju enggak? Tidak, kan. Ini akan merugikan semuanya,” tegasnya.
Diketahui, penyidik KPK yang sempat dilaporkan ke Dewas KPK dan Bareskrik Polri adalah AKBP Rossa Purbo Bekti.
Dalam perkara dugaan suap, Hasto didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57 350 dolar Singapura atau setara Rp 600 juta kepada Wahyu pada rentang waktu 2019 – 2020
Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019 – 2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Selain itu, Hasto turut didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017 – 2022 Wahyu Setiawan.
Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 Ayat (1 dan Pasal 55 Ayat (1 Ke- 1 jo. Pasal 64 Ayat (1 KUHP.
Halaman Selanjutnya
“Sedangkan terkait laporan ke Dewas, Komnas pork, yang merupakan pertanyaan dari kuasa hukum terdakwa, juga sudah dijawab oleh Ahli,” sambung Budi.