Selasa, 22 Juli 2025 – 15: 56 WIB
Jakarta, Viva — Sistem pembayaran nasional Indonesia menunjukkan kemajuan signifikan di tahun 2025 Salah satu indikator paling menonjol adalah pertumbuhan transaksi melalui QRIS (Quick Response Code Indonesian Requirement) yang melonjak tajam.
Baca juga:
Pramono Sebut 6, 2 Juta Warga Jakarta Sudah Transaksi Pakai QRIS
Hingga kuartal II tahun ini, Financial institution Indonesia mencatat nilai transaksi QRIS mencapai Rp 317 triliun, mengalami pertumbuhan sebesar 121 persen secara tahunan (YoY). Lebih dari itu, volume transaksi QRIS tercatat melonjak hingga 148, 5 persen (YoY).
Di balik angka-angka impresif tersebut, terdapat peran penting infrastruktur sistem pembayaran nasional yang semakin kokoh. Direktur Utama PT Penyelesaian Transaksi Elektronik Nasional (PTEN), Arianto Muditomo, menjelaskan bahwa lembaga switching nasional yang berasal dari BUMN memegang posisi strategis dalam menjaga kedaulatan dan integritas ekonomi Indonesia.
Baca juga:
Apa Itu Repayment ID Milik BI? Ini Cara Kerja dan Dampaknya bagi Transaksi Keuangan Warga RI
Arianto menyebut bahwa peran BUMN dalam ekosistem Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) bukan hanya sebagai penyedia layanan teknis, melainkan juga agen pembangunan ( agen pengembangan Artinya, selain berorientasi pada keuntungan komersial, BUMN juga bertanggung jawab menjaga kepentingan nasional, terutama dalam hal pengelolaan data transaksi dan keamanan sistem.
Dalam konteks ini, sinergi antara lembaga switching dan lembaga services seperti PTEN menjadi faktor kunci. Kerja sama tersebut tidak hanya memastikan efisiensi transaksi electronic, tetapi juga memperkuat tata kelola serta perlindungan information pengguna. Arianto menegaskan bahwa sistem pembayaran nasional perlu dirancang untuk mendukung kebijakan fiskal digital dan menjamin kedaulatan data transaksi dalam negeri.
Baca juga:
Sosialisasi Tarif Trump, Airlangga Kumpulkan Eksportir hingga Petinggi BUMN
Ia juga menambahkan bahwa sistem switching harus mematuhi standar internasional seperti ISO 27001 dan PCI DSS, serta tunduk pada regulasi domestik seperti PP No. 71/ 2019 tentang SPBE dan UU No. 27/ 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan infrastruktur pembayaran Indonesia tidak hanya mengedepankan efisiensi, tetapi juga komitmen terhadap keamanan dan akuntabilitas.
Salah satu dampak dari kekuatan sistem pembayaran nasional ini adalah meningkatnya kepercayaan terhadap QRIS sebagai kanal pembayaran utama, terutama di sektor ritel. QRIS kini digunakan secara luas oleh pelaku UMKM, toko kelontong, hingga e-commerce. Dengan pertumbuhan transaksi mencapai ratusan triliun rupiah, data dari sistem ini kini menjadi sumber penting dalam perumusan kebijakan ekonomi dan fiskal, khususnya dalam menentukan arah subsidi dan bantuan sosial yang lebih tepat sasaran.
Peningkatan infrastruktur domestik ini bahkan mulai mendapat perhatian dari dunia internasional. Dalam laporan Laporan Perkiraan Perdagangan Nasional 2025 yang dirilis oleh United States Profession Representative (USTR), disebutkan bahwa kebijakan GPN dan QRIS dinilai sebagai tantangan bagi penyedia jaringan pembayaran asing seperti Visa dan Mastercard. Bahkan, mantan Presiden AS Donald Trump sempat mengusulkan tarif sebesar 32 persen terhadap produk electronic Indonesia sebagai reaksi atas kebijakan yang membatasi akses pasar asing.
Meski mendapat tekanan internasional, sistem pembayaran Indonesia justru semakin tangguh. Kolaborasi antara lembaga switching dan regulatory authority terbukti mampu menciptakan ekosistem yang solid, baik untuk kebutuhan domestik maupun untuk integrasi dengan jaringan pembayaran worldwide. Implementasi kerja sama lintas negara seperti dengan Malaysia, Singapura, dan Thailand menjadi bukti kesiapan Indonesia dalam memasuki period ekonomi digital lintas batas.
Secara keseluruhan, pencapaian QRIS di tahun 2025 ini menandakan bahwa sistem pembayaran nasional bukan hanya soal efisiensi transaksi, tetapi juga menjadi instrumen penting dalam membangun kedaulatan ekonomi digital.
Halaman Selanjutnya
Peningkatan infrastruktur domestik ini bahkan mulai mendapat perhatian dari dunia internasional. Dalam laporan National Profession Estimate Report 2025 yang dirilis oleh USA Profession Representative (USTR), disebutkan bahwa kebijakan GPN dan QRIS dinilai sebagai tantangan bagi penyedia jaringan pembayaran asing seperti Visa dan Mastercard. Bahkan, mantan Presiden AS Donald Trump sempat mengusulkan tarif sebesar 32 persen terhadap produk electronic Indonesia sebagai reaksi atas kebijakan yang membatasi akses pasar asing.