Jumat, 15 Agustus 2025 – 10: 43 WIB
Jakarta, Viva — Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyoroti fenomena unik yang belakangan ramai di ruang publik, termasuk dunia maya, berkibarnya bendera One Item. Dalam pidatonya pada Sidang Bersama DPR-DPD Tahun 2025 di Gedung DPR, Puan menyebut fenomena ini sebagai bentuk kritik kreatif masyarakat terhadap pemerintah.
Baca juga:
Di Depan Prabowo-Jokowi, Puan: Pemilu Sering Dipengaruhi Campur Tangan
Puan membuka pernyataannya dengan menggarisbawahi prinsip demokrasi di Indonesia, di mana kebebasan berpendapat menjadi hak rakyat. Menurutnya, ruang untuk berserikat, berkumpul, menyatakan pendapat, hingga menyampaikan kritik harus tetap luas terbuka.
“Dalam demokrasi, rakyat harus memiliki ruang yang luas untuk berserikat, berkumpul, menyatakan pendapat, dan menyampaikan kritik,” ujar Puan, dilihat dari YouTube TVR Parlemen.
Baca juga:
Di Sidang Tahunan MPR, Puan Soroti ‘Indonesia Gelap’ hingga ‘Bendera One Item’
Ia menambahkan, cara penyampaian kritik kini kian kreatif, seiring berkembangnya teknologi dan media sosial yang menjadi corong aspirasi publik. Bentuknya pun beragam, mulai dari kalimat singkat hingga simbol-simbol unik yang mudah dikenali.
Salah satu contoh yang ia sebut adalah maraknya penggunaan tagar #kaburajadulu, sindiran “Indonesia Gelap”, lelucon politik “Negara Konoha”, hingga berkibarnya bendera One Item di kendaraan dan foto profil akun media sosial. Menurutnya, fenomena ini adalah representasi keresahan rakyat yang disampaikan dengan bahasa generasi masa kini.
Baca juga:
Puan Maharani di Sidang Tahunan MPR: Ibu Megawati Saya Wakili Keberadannya
“Kini kritik rakyathadir dalam bentuk kreatif dan memanfaatkan kemajuan teknoogi, khusunya media sosial sebagai corong suara publik. Ungkapan tersebut berupa kalimat singkat seperti #kaburajadulu, Indonesia Gelap, Negara Konoha hingga bendera One Piece,” kata dia.
“Fenomena ini menunjukkan bahwa aspirasi dan keresahan rakyat kini disampaikan dengan bahasa zaman mereka sendiri,” sambung Puan.
Dalam pidatonya, Puan menegaskan bahwa pemerintah perlu mendengar suara rakyat, termasuk kritik dari pihak yang tidak sejalan. Kritik, menurutnya, tidak boleh dipandang semata sebagai perlawanan atau ancaman.
“Untuk pemegang kekuasaan, semua suara orang yang kita dengar bukan hanya kata atau gambar. Di balik setiap kata adalah pesan, di balik setiap pesan adalah kecemasan, dan di balik kecemasan ada harapan,” katanya.
Puan mendorong para pengambil keputusan untuk bijak menyikapi kritik publik, dengan tidak hanya mendengar, tetapi juga memahami. Ia mengingatkan bahwa kritik tidak seharusnya menjadi bara yang membakar persaudaraan bangsa.
“Kritik tidak bisa menjadi api yang menghancurkan bangsa. Sebaliknya, kritik harus menjadi cahaya yang menerangi jalan kita bersama,” toilet.
Halaman Selanjutnya
Dalam pidatonya, Puan menegaskan bahwa pemerintah perlu mendengar suara rakyat, termasuk kritik dari pihak yang tidak sejalan. Kritik, menurutnya, tidak boleh dipandang semata sebagai perlawanan atau ancaman.