Jumat, 27 Juni 2025 – 20: 08 WIB

Jakarta, Viva — Umat Islam di seluruh dunia dan Indonesia khususnya dengan penuh syukur menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 Hijriah yang jatuh pada Jumat, 27 Juni 2025 Berbagai makna dapat diambil dari momen istimewa ini. Salah satunya, memaknai hijrah sebagai proses transformasi menyeluruh. Bukan sekadar perpindahan fisik, tetapi perubahan yang mendalam secara spiritual, sosial, dan profesional.

Baca juga:

Momentum 1 Muharam 1447 H, Menag mengundang kebijaksanaan di balik migrasi Nabi

Hal tersebut dikemukakan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) KH Ali Masykur Musa dalam acara dialog peringatan tahun baru Hijriah.

Menurut Kiai Ali, peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah adalah tonggak sejarah yang menunjukkan perluasan strategi dakwah Islam, dari misi keimanan menuju pembentukan tatanan sosial. Oleh karena itu, semangat hijrah semestinya relevan sepanjang masa.

Baca juga:

Libur Panjang Tahun Baru Islam, 1, 2 Juta Kendaraan Diprediksi Keluar Masuk Jabotabek

“Hikmahnya, seluruh aspek hidup kita harus mengalami perbaikan. Kita harus berhijrah. Dalam hal profesi, harus lebih produktif. Dalam relasi sosial, harus lebih rendah hati dan lebih baik kepada sesama manusia. Dari sisi hati, harus lebih bening, lebih bersih. Itulah makna hijrah,” ujarnya.

ucapan selamat tahun baru Islam

ucapan selamat tahun baru Islam

Baca juga:

Tahun Baru Islam 1447 Hijriah, Menag Ungkap Jadi Energy Transformasi Diri Umat

Dalam konteks kebangsaan di Republik Indonesia saat ini, kata Kiai Ali, semangat hijrah juga dapat dimaknai sebagai dorongan menuju kedaulatan nasional.

Kiai Ali menyoroti pentingnya kemandirian di sektor energi dan pangan sebagai syarat dasar untuk menjadi negara yang kuat dan berdaya saing. “Kedaulatan energi, khususnya listrik, adalah salah satu fondasi negara kuat. Negara yang memiliki ketahanan energi akan mampu menopang pertumbuhan industri dan kebutuhan rumah tangga,” ujarnya.

“Selain itu, ketahanan pangan juga penting. Kita harus berdayakan petani dan masyarakat desa. Negara yang tidak memiliki ketahanan pangan tidak akan menjadi besar. Itulah hijrahnya Indonesia: menuju kedaulatan energi dan kemandirian pangan,” katanya.

Kiai Ali juga mengajak generasi muda Muslim, khususnya generasi (gen) Z, untuk mengambil peran penting dalam transformasi bangsa. Menurutnya, anak muda perlu menguasai kompetensi digital sekaligus memperkuat nilai-nilai keislaman dan sosial. “Saya mengajak generasi muda Islam– khususnya Gen Z– untuk berani ambil peran dalam dunia bisnis. Karena dari ekonomi yang kuat, kita bisa berzakat, bersedekah, dan berkontribusi sosial,” ujarnya.

Ia mencontohkan sosok Sayyidina Ali RA sebagai figur pemuda Muslim yang unggul secara intelektual dan spiritual, menjadi simbol dari generasi muda yang perfect.

Keistimewaan Bulan Muharram

Kiai Ali menjelaskan bahwa bulan Muharram memiliki kedudukan istimewa dalam Islam. Selain sebagai awal penanggalan Hijriah, Muharram adalah bulan suci yang penuh makna sejarah.

“Nabi Nuh AS diselamatkan dari banjir bandang pada 10 Muharram (Asyura). Atau peristiwa heroik Sayyidina Husain di perang Karbala, juga pada 10 Asyura, sebagai simbol perjuangan melawan ketidakadilan,” ujarnya.

Bulan ini juga dikenal di kalangan masyarakat Jawa sebagai bulan Suro, yang diperingati dengan berbagai tradisi lokal seperti selamatan dan pensucian diri. Namun yang paling utama, kata Kiai Ali, adalah anjuran untuk berpuasa Asyura sebagai bentuk refleksi spiritual atas peristiwa-peristiwa besar tersebut.

Kiai Ali menyampaikan dua harapan utama dalam tahun baru hijriah ini, yaitu ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama Muslim) dan ukhuwah Wathaniyah (persatuan dalam kebangsaan).

Menurut Kiai Ali, umat Islam harus menjadi pelaku aktif dalam persaingan global dengan bekal ilmu, profesionalitas, dan ketakwaan. “Umat Islam harus mengambil peran dalam persaingan global, dengan ilmu, profesionalitas, produktivitas, dan tentu keimanan serta spiritualitas yang mendalam,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya

“Selain itu, ketahanan pangan juga penting. Kita harus berdayakan petani dan masyarakat desa. Negara yang tidak memiliki ketahanan pangan tidak akan menjadi besar. Itulah hijrahnya Indonesia: menuju kedaulatan energi dan kemandirian pangan,” katanya.

Halaman Selanjutnya

Tautan sumber