Jumat, 27 Juni 2025 – 05: 28 WIB
Jakarta, Viva – Langkah Kejaksaan Agung yang jalin nota kesepahaman (MoU) dengan empat driver telekomunikasi untuk mendukung proses penegakan hukum, termasuk soal penyadapan jadi sorotan DPR terutama Komisi III RI. Proses penegakan hukum itu jangan sampai melanggar privasi masyarakat.
Baca juga:
PP Justice Collaborator Diharap Kejagung Bantu Buka Kasus-kasus Besar
Demikian disampaikan Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding. Dia memahami, MoU ini merupakan langkah strategis dan relevan khususnya dalam pelacakan buronan, pengumpulan bukti digital, serta akses data pendukung dalam proses hukum.
Namun, Sudding bilang penggunaan teknologi khususnya penyadapan dan akses informasi pribadi harus tetap berada dalam koridor konstitusi. Selain itu, menghormati hak asasi warga negara.
Baca juga:
Kejagung Blak-blakan Alasan Banding atas Vonis 16 Tahun Makelar Kasus Zarof Ricar
“Dalam negara hukum yang demokratis, prinsip check and equilibrium adalah fondasi yang tidak boleh diabaikan. Apalagi saat negara diberikan kewenangan untuk mengakses ranah privat warga,” kata Sudding, dalam keterangannya dikutip pada Jumat, 27 Juni 2025
Dia mengingatkan agar penegakan hukum jangan sampai melanggar privasi masyarakat.
Baca juga:
PMII Kaltim Minta Kejagung Usut Dugaan Mafia Tanah Aset Pemkab Kutai Timur
“Upaya penegakan hukum jangan sampai melanggar privasi masyarakat. Penegak hukum tidak boleh serta merta melakukan penyadapan tanpa tujuan hukum yang jelas, dan tentunya harus memenuhi kriteria dan mekanisme yang ada,” lanjutnya.
Jamintel Kejagung Reda Manthovani menandatangani Mou dengan 4 perusahaan seluler
Meski begitu, Sudding menuturkan nota kesepahaman yang mencakup pemasangan perangkat penyadapan dan penyediaan rekaman informasi telekomunikasi harus diawasi ketat. Dengan demikian, tak menimbulkan pelanggaran privasi, penyalahgunaan wewenang, atau pengawasan yang berlebihan (security overreach).
“Kami menyadari urgensi penegakan hukum, khususnya dalam kasus-kasus besar dan pelacakan Daftar Pencarian Orang (DPO), yang memang memerlukan pendekatan teknologi tinggi,” tutur Sudding.
“Perlu ditegaskan bahwa penyadapan dan akses terhadap informasi komunikasi pribadi memiliki sensitivitas tinggi yang diatur secara ketat dalam undang-undang,” lanjut Legislator dari Dapil Sulawesi Tengah itu.
Sudding mengatakan, penyadapan dan akses informasi komunikasi pribadi adalah tindakan sensitif. Hal itu diatur secara ketat dalam Undang-Undang ITE dan UU Telekomunikasi. Kedua UU tersebut mewajibkan adanya proses hukum yang jelas dan terukur.
Maka itu, Komisi III DPR RI menyampaikan kerja sama seperti ini mesti tetap dilandasi kerangka regulasi dan pengawasan yang transparan.
“Penyadapan dan akses terhadap komunikasi pribadi merupakan tindakan yang sangat sensitif, sehingga harus dijalankan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” jelas Sudding.
Seperti diketahui, Kejagung meneken MoU dengan empat operator telekomunikasi terkait dukungan penegakan hukum. Kerja sama itu dilakukan dengan empat operator seluler yakni PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Telekomunikasi Selular, PT Indosat Tbk, dan PT Xlsmart Telecom Sejahtera Tbk.
Kejagung menyebut kerja sama ini berfokus pada pertukaran dan pemanfaatan data atau informasi dalam rangka penegakan hukum. Hal itu termasuk pemasangan dan pengoperasian perangkat penyadapan informasi serta penyediaan rekaman informasi telekomunikasi.
Kerja sama dengan driver telekomunikasi ini disebut sejalan dengan UU No. 11/ 2021 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.
Halaman Selanjutnya
Meski begitu, Sudding menuturkan nota kesepahaman yang mencakup pemasangan perangkat penyadapan dan penyediaan rekaman informasi telekomunikasi harus diawasi ketat. Dengan demikian, tak menimbulkan pelanggaran privasi, penyalahgunaan wewenang, atau pengawasan yang berlebihan (security overreach).