Selasa, 21 Oktober 2025 – 08:33 WIB

Jakarta – Malam di Kampung Iraiweri, Distrik Anggi, Pegunungan Arfak, Papua Barat kini tak lagi temaram. Dulu, ketika senja jatuh di balik perbukitan, warga hanya mengandalkan sinar rembulan dan lampu minyak yang berasap.

Baca Juga:

Waka MPR: Tak Boleh Ada Anak Stunting karena Kekurangan Air Bersih

Kini, rumah-rumah kayu di lereng gunung itu memancarkan cahaya kuning lembut — hasil aliran air yang diolah menjadi listrik oleh Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Anggi.

“Semua rumah itu harus dapat listrik, supaya anak-anak bisa belajar, mamak-mamak bisa masak dengan lampu,” ujar Elias Inyomusi, salah satu warga Anggi.

Baca Juga:

Danantara Gandeng Pemprov DKI di Proyek Pengolahan Sampah jadi Listrik

Ia masih mengingat masa gelap dulu. “Kami bikin api, pasang gelegar dari rotan, isi minyak tanah, baru bakar. Itu yang kami pakai belajar,” kenangnya. Kini, anak-anak tak lagi belajar di bawah cahaya sumbu minyak, melainkan di bawah lampu pijar yang menyala tanpa henti.

Bagi warga Anggi, listrik bukan sekadar cahaya — ia adalah simbol perubahan. “Dengan lampu seperti ini, anak-anak kami bisa belajar, pintar, bersaing dengan distrik lain. Terima kasih, kami tetap NKRI,” kata Piti Inyomusi, matanya berbinar.

Baca Juga:

4 Kementerian dan Danantara Teken SKB Akselerasi Pembangunan Fisik Kopdes Merah Putih

Pembangunan PLTMH Anggi adalah bagian dari program strategis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Proyek ini menjadikan Kabupaten Pegunungan Arfak sebagai satu-satunya wilayah di Indonesia yang seluruh listriknya bersumber dari energi baru terbarukan (EBT).

Ratusan kilometer dari Papua Barat, di Desa Bandar Jaya, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, cerita serupa juga sedang ditulis oleh cahaya.

Di teras rumah papan sederhananya, Ruslam (52) duduk sambil tersenyum lega. Untuk pertama kalinya, rumahnya terang benderang tanpa suara dengung genset. “Sebelumnya saya pakai genset. Enam jam satu liter bensin, jadi jam sepuluh malam sudah gelap lagi,” katanya.

Dulu, anak-anaknya belajar dengan lampu redup, sementara sang istri harus berhenti menjahit karena bahan bakar habis. Kini, listrik mengubah segalanya. “Anak-anak bisa belajar sampai malam, istri bisa menjahit tanpa terburu-buru, saya bisa istirahat dengan tenang,” ucapnya haru.

Momen paling berkesan datang ketika Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyalakan langsung kWh meter di rumahnya. Seketika lampu menyala terang dan sorak gembira warga pecah di udara malam. “Bagi kami, ini bukan sekadar penerangan, tapi awal kehidupan baru,” ujar Ruslam.

Halaman Selanjutnya

Program Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) dan Listrik Desa (Lisdes) menjadi penopang utama perubahan di dua ujung negeri itu. Melalui kedua program inilah pemerintah berkomitmen mewujudkan keadilan energi: menghadirkan listrik bagi semua tanpa terkecuali.

Halaman Selanjutnya

Tautan Sumber