Minggu, 19 Oktober 2025 – 12:00 WIB
Labuan Bajo, LANGSUNG – Sebanyak delapan ditetapkan jadi tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dengan modus kredit fiktif pada salah satu bank BUMN.
Baca Juga:
Lama Tak Ada Kabar, Bagaimana Nasib Lisa Mariana di Kasus Ridwan Kamil?
“Setelah dilakukan penetapan tersebut kepada para tersangka selanjutnya dilakukan penahanan 20 hari untuk rangkaian proses hukum selanjutnya,” kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), Henderina Malo melalui Kepala Seksi Intel Kejari Sikka Okky Prastyo Ajie, dikutip Minggu, 19 Oktober 2025.
Kedelapan tersangka itu masing-masinc berinisial AVADL, MJ, YD, YS, dan YM. Untuk tersangka YM juga sedang ditahan dalam perkara lain. Sementara tiga tersangka lainnya, masih dalam status daftar pencarian orang (DPO) yakni ADES, DDH, dan SM.
Baca Juga:
Pramono Mau Pindahkan Kampus IKJ ke Kota Tua, Ini Alasannya
Okky Prastyo Ajie menjelaskan tindak pidana yang dilakukan para tersangka dilakukan di tiga unit dari salah satu bank BUMN yakni unit Kewapante, Unit Nita, dan Unit Paga.
Ia juga menjelaskan beberapa modus operandi yang dilakukan para pelaku guna pencairan kredit di bank yang dilakukan selama periode 2021-2023, diantaranya memanipulasi dokumen dimana pegawai bank merekayasa dokumen pengajuan kredit dengan memanipulasi data nasabah agar memenuhi kriteria persyaratan kredit.
Baca Juga:
Pemprov Respons Temuan BRIN Air Hujan di Jakarta Mengandung Mikroplastik
Selanjutnya data nasabah yang tidak memenuhi syarat dimasukkan ke dalam sistem seolah-olah telah memenuhi kriteria, sehingga kredit dapat dicairkan.
Modus operandi selanjutnya yakni penggunaan calo dimana pihak ketiga atau calo dilibatkan untuk mendapatkan gambar usaha nasabah, menggunakan identitas nasabah, dan memfasilitasi pencairan kredit yang tidak seharusnya.
“Calo atau pegawai bank menjanjikan pencairan kredit kepada nasabah, tetapi yang diterima nasabah hanya uang duduk atau uang jasa atas penggunaan identitas mereka,” katanya.
Lebih lanjut, setelah dana kredit disetujui, dana itu tidak diberikan kepada nasabah yang mengajukan, melainkan diserahkan kepada pihak lain untuk kepentingan pribadi.
Berdasarkan hasil audit dan laporan monitoring dari tiga unit bank dalam kasus tersebut, jumlah kerugian negara yang ditemukan bervariasi.
Satu unit bank di Unit Nita melaporkan kasus dugaan korupsi ini terjadi pada periode Mei 2021 hingga Desember 2022 dengan jumlah kerugian negara sebesar Rp1,1 miliar.
Halaman Selanjutnya
Lebih lanjut, bank Unit Kewapante melaporkan kasus dugaan korupsi ini terjadi pada periode Mei 2021 hingga Mei 2023 dengan jumlah kerugian negara sebesar Rp1,3 miliar dan bank Unit Paga melaporkan dugaan korupsi ini terjadi pada periode Januari 2023 hingga Agustus 2023 dengan jumlah kerugian negara sebesar Rp1,1 miliar.