FAJAR.CO.ID, JAKARTA– Ketua Tim Transformasi Reformasi Polri, Komjen Chryshnanda Dwilaksana, berbicara blak-blakan soal persoalan birokrasi di tubuh kepolisian.

Ia menilai sistem yang berlaku masih kental dengan nuansa patrimonial, di mana hubungan individual dan praktik prewangan lebih diutamakan ketimbang aturan.

Dikatakan Chryshnanda, birokrasi patrimonial membuat setiap proses dalam institusi Polri, mulai dari sekolah, ujian hingga jabatan, bergantung pada dukungan individual.

“Kita ini semua tahu bahwa birokrasi ini patrimonial, jadi pendekatannya itu personal,” ujar Chryshnanda dikutip dari podcast Akbar Faizal Uncensored (29/ 9/2025

“Jadi mau tidak mau selalu mengandalkan prewangannya, mau sekolah cari prewangan, mau ujian prewangan, mau cari jabatan prewangan,” tambahnya.

Ia menegaskan kondisi ini melahirkan rasa tidak percaya pada sistem yang berlaku.

“Sudah tidak percaya lagi, karena apa, mau tidak mau, ya itu tadi, mohon maaf, kalau saya kasar, saya sampaikan, kita ini modelnya asuh gede menang keras, asuh gede jegok, ya itulah yang menangan,” Chryshnanda menuturkan.

Lebih jauh, ia menilai praktik itu melahirkan pejabat yang cenderung menjadi produk hutang budi.

“Kita melihat semua rata-rata produk hutang budi, orang yang produk hutang budi lupa kepada rakyatnya. Maka dia akan sibuk membalas budi,” ucapnya.

Meski begitu, ia memberi catatan bahwa tidak semua pejabat demikian, meski mayoritas menurutnya begitu.

Dalam kesempatan itu, Chryshnanda juga menyinggung peran lembaga pendidikan Polri (Lemdik) yang disebutnya sebagai ibu kandung polisi.


Tautan Sumber