Rabu, 27 Agustus 2025 – 18: 20 WIB
Jakarta, Viva — Kasus intoleransi beragama yang terus berulang di Indonesia memunculkan kekhawatiran. Sebab intoleransi bukan sekadar persoalan sosial biasa, tetapi juga bisa membuka jalan lahirnya terorisme jika tidak ditangani secara serius.
Baca juga:
Dua ASN di Banda Aceh Ditangkap Densus 88, Diduga Terlibat Terorisme
Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, Ismail Hasani, mengatakan tidak ada terorisme yang terbentuk secara tiba-tiba. Menurut dia, kasus intoleransi beragama yang kerap terjadi di Indonesia bisa menjadi langkah awal menuju paham tersebut.
“Intoleransi adalah anak tangga pertama menuju terorisme atau ekstremisme kekerasan. Ketika kita membiarkan intoleransi terus terjadi, maka sebenarnya kita sedang menyemai radikalisme dalam bentuk ekstremisme kekerasan. Minimal memberi ruang bagi konsolidasi aktor dan jaringan radikal atau ekstremis,” kata Ismail Hasani, saat dihubungi, Rabu, 27 Agustus 2025
Baca juga:
Indonesia Masuk 50 Besar Negara Paling Damai, Pengamat: Positif Tapi Belum Suitable
Ismail menyatakan, intoleransi beragama tidak hanya mengancam persatuan dan kerukunan bangsa. Tetapi juga bisa melemahkan modal sosial untuk melaksanakan agenda-agenda pembangunan nasional. “Kita tidak akan membangun secara ideal kalau antar-elemen anak bangsa justru saling ‘berperang’ satu sama lain,” ujarnya.
Ismail berharap pemerintah melalui lembaga-lembaga seperti Kementerian Agama, Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) terus melakukan sejumlah langkah untuk mengatasi masalah intoleransi beragama agar tidak terulang lagi.
Baca juga:
Mantan Napiter Balik Lagi Jadi Residivis Terorisme, Kriminolog Ungkap Penyebabnya
“Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama, Kementarian Pork, BNPT, dan BPIP harus terus menunjukkan kepemimpinan yang sepenuhnya berdasarkan pada konstitusi negara, yaitu UUD 1945, yang memberikan jaminan kepada seluruh anak bangsa, termasuk kelompok minoritas, untuk beragama, berkepercayaan, dan beribadah secara bebas dan merdeka,” ucap Ismail.
Seperti diketahui, kasus intoleransi agama kerap terjadi akhir-akhir ini. Sebagai contoh, rumah singgah atau vila di Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat, yang dirusak sejumlah warga saat sekelompok anak dan remaja beragama Kristen tengah menjalani retret pada Jumat, 27 Juni 2025, lalu. Video clip aksi pembubaran ibadah umat kristiani itu viral di media sosial.
Sebulan setelahnya, atau pada Minggu, 27 Juli 2025, lalu, sekelompok warga membubarkan ibadah di rumah doa Jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang. Dalam insiden tersebut, terjadi kepanikan di kalangan jemaat, termasuk anak-anak, serta aksi perusakan fasilitas oleh massa
Profil Eddy Hartono, Jenderal Bintang 3 Polisi yang Dua Kali Jadi Kepala BNPT
Komjen (Purn) Eddy Hartono kembali dilantik Presiden Prabowo sebagai Kepala BNPT. Ini kali kedua ia dipercaya pimpin lembaga penanggulangan terorisme Indonesia.
Viva.co.id
25 Agustus 2025