Rabu, 19 November 2025 – 17:03 WIB

Jakarta – Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Zulfikar Hamonangan, menyampaikan kritik tajam terhadap rencana pembangunan 80 ribu Gerai Rakyat Ekonomi (GRE) yang digagas Kementerian Koperasi dan UKM. Dalam rapat dengan kementerian, Zulfikar menilai target tersebut tidak realistis dan berpotensi membebani koperasi desa.

Baca Juga:

Komisi III DPR Sepakat Bentuk Panja Reformasi Polri, Kejagung dan Pengadilan

Zulfikar membuka pernyataannya dengan mengapresiasi niat baik kementerian, namun mengingatkan bahwa perencanaan harus berdasar kemampuan riil di lapangan.

“Apa kata lagu Ebiet G. Ade, coba kita renungkan sejenak. Target 80 ribu GRE itu tidak mudah,” ujarnya dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR dengan Menteri Koperasi dan UKM serta Direktur Utama PT Agrinas Pangan Nusantara, di Kompleks Parlemen, Senayan dikutip Rabu 19 November 2025.

Baca Juga:

Wakapolri Ungkap Permasalahan Polisi di Lapangan: Pungli, Kekerasan hingga Penggunaan Kekuatan Secara Berlebihan

Zulfikar mencontohkan Alfamart dan Indomaret, dua jaringan ritel besar yang puluhan tahun berdiri namun masing-masing baru memiliki sekitar 23 ribu dan 21 ribu gerai. “Kita kadang suka berpikir halu, hidup dalam mimpi. Bagaimana mungkin GRE bisa selesai satu unit dalam 12 minggu?,” tambahnya.

Zulfikar juga menyinggung beban kerja Kementerian Koperasi yang menurutnya terlalu meluas hingga menyerupai perusahaan ritel desa.

Baca Juga:

DPR Tegaskan RUU KUHAP Atur Penyadapan Tanpa Izin Pengadilan Hoaks

Isu paling krusial, menurut Zulfikar, adalah status aset dan skema pembiayaan pembangunan GRE senilai Rp 1,6 miliar per unit. Ia mempertanyakan apakah bangunan benar-benar akan diserahkan tanpa beban kepada koperasi, atau justru menjadi utang baru.

“Jangan rusak cara pikir masyarakat desa. Mereka lebih butuh modal daripada bangunan megah yang tidak bisa mereka kelola,” ucapnya.

Zulfikar menilai, dengan penduduk sebagian desa hanya 500 orang, anggaran Rp 1,6 miliar lebih baik disalurkan sebagai modal koperasi. “Orang gila di pinggir jalan saja lebih memilih modal Rp 1 miliar daripada dibangunkan toko tanpa bisa usaha,” ujarnya.

Ia memaparkan pengalamannya saat reses di dapil. Salah satu koperasi merah putih di desanya ingin membuka usaha agen LPG 3 kilogram, namun membeli 100 tabung saja tidak sanggup. “Mereka ingin ngutang tabung LPG karena tidak ada modal. Pengurus koperasi 50–100 orang saja untuk makan sehari-hari sulit, apalagi membayar iuran,” kata Zulfikar.

Selain modal, ia menyoroti pentingnya pelatihan manajemen dasar bagi pengurus koperasi. Ia menyebut kemampuan akuntansi dan operasional masih sangat minim di banyak desa.

Halaman Selanjutnya

“Ilmu manajemen itu penting. Apa itu debet, kredit, cara pakai Excel, Word, akuntansi sederhana. Orang dagang di toko saja kalkulator tidak pernah hilang dari meja. Pelatihan harus jadi prioritas,” ujarnya.

Tautan Sumber