Selasa, 4 November 2025 – 17:00 WIB
Jakarta – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengingatkan bahwa Indonesia tengah berada di titik penentu sejarah menuju Indonesia Emas 2045. Dalam konteks ini, peran generasi muda sangat memengaruhi arah perjalanan bangsa.
Baca Juga:
Hotman Paris Singgung Perselingkuhan Hamish Daud: Ganteng Tapi Bokek!
“Hari ini Indonesia di simpang jalan. We are at the crossroads. Kita punya kesempatan untuk menjadi negara maju in 20 years’ time. Dua puluh tahun lagi kita akan menjadi satu dari lima negara dengan ekonomi paling maju di dunia,” ujar Bima saat menyampaikan keynote speech pada acara Pijar Foundation bertema Muda30 Award di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Senin (3/11/2025) malam.
Wamendagri Bima Arya di Pijar Foundation bertema Muda30 Award, Jakarta
Baca Juga:
FIFA Puji Zahaby Gholy Jelang Laga Timnas Indonesia U-17 vs Zambia di Piala Dunia
Bima menjelaskan bahwa tantangan besar di hadapan bangsa saat ini adalah menghindari jebakan pendapatan menengah dan mengoptimalkan bonus demografi. Keberhasilan Indonesia, kata dia, sangat ditentukan oleh kemampuan generasi muda dalam mengelola momentum dan menjadi aktor utama perubahan.
Ia menyinggung bahwa bangsa ini pernah berada dalam situasi serupa pada 1998, ketika generasi muda mesti menentukan arah, yakni melakukan reformasi untuk membangun negara demokratis dan sejahtera, atau tidak sama sekali.
Baca Juga:
Bak Sahabat Dekat, Momen Purbaya Jawab Pertanyaan Anak SMA Saat Ditanya Tips Agar Tak Boros Jadi Sorotan
“Jadi simpang jalan pertama setelah reformasi telah kita lalui. Nah, hari ini adalah simpang jalan kedua. Sekali lagi yang menentukan hari ini adalah sejauh mana kita memilih untuk menulis sejarah sendiri,” jelasnya.
Bima juga mengajak anak muda untuk bertransformasi dari bentuk aktivisme yang semata konfrontatif menjadi aktivisme kolaboratif. Ia mengutip pemikiran sosiolog Anthony Giddens mengenai era generasi kosmopolitan, yakni generasi yang hidup dalam dunia tanpa batas dan dituntut untuk berpikir global, adaptif, serta mampu bekerja lintas budaya.
Namun, ia menegaskan, keterbukaan global harus diimbangi dengan pijakan lokal yang kokoh. Menurutnya, generasi muda ideal adalah mereka yang memahami budaya dan jati diri bangsa, memiliki semangat nasionalisme, sekaligus berdaya saing global.
“Atau istilah saya tadi, mentalnya mental aktivis, skill-nya global, dan hatinya nasionalis,” ungkapnya.
Selanjutnya, mengutip buku The Great Wave: The Era of Radical Disruption and the Rise of the Outsider karya Michiko Kakutani, Bima menggambarkan dunia sebagai ruang penuh kejutan dan perubahan yang tak terduga. Generasi muda, katanya, harus peka terhadap dinamika besar yang bergerak di luar pakem umum.
Halaman Selanjutnya
“Jadi setiap saat kita harus siap-siap dikejutkan oleh gelombang-gelombang yang tidak biasa. Kejutan-kejutan yang di luar nalar dan kemunculan orang-orang di luar sistem. Pesan dari buku ini adalah, ‘You have to really be aware of this trend’. Hari ini tidak semua berjalan sesuai dengan pakem,” jelasnya.










