Kamis, 19 Juni 2025 – 16:38 WIB
Jakarta, Viva – Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) mengungkapkan, layanan Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) telah menerima 135.397 laporan penipuan sejak awal beroperasi hingga 31 Mei 2025, dengan kerugian dana masyarakat sebanyak Rp 2,6 triliun.
Baca juga:
KBRI Phnom Penh Bantah Telantarkan 4 WNI di Kamboja, Ungkap Fakta Sebenarnya
Sekretariat Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal, Hudiyanto mengatakan untuk total rekening terkait penipuan yang dilaporkan ke IASC sebanyak 219.168, dari jumlah rekening tersebut 49.316 atau 22,5 persen diantaranya telah dilakukan pemblokiran.
“Adapun total kerugian dana yang dilaporkan oleh korban penipuan sebesar Rp 2,6 triliun, dengan dana yang telah berhasil diblokir sebesar Rp 163,3 miliar (6,28 persen),” ujar Hudiyanto dalam keterangannya Kamis, 19 Juni 2025.
Baca juga:
OJK Minta Pekerja Migran Waspadai Modus Penipuan, Investasi Ilegal, hingga Love Scamming
Hudiyanto menyebut, pihaknya juga menemukan nomor whatsapp pihak penagih (debt collector) terkait pinjaman online ilegal yang dilaporkan telah melakukan ancaman, intimidasi maupun tindakan lain yang bertentangan dengan ketentuan.
Ilustrasi scam/hacker/peretasan.
Baca juga:
3 Admin Situs Scam Judol Ditangkap, 2 Pria dan 1 Perempuan
Selain itu, Satgas PASTI memonitor laporan penipuan di IASC dan menemukan sebanyak 22.993 nomor telepon yang dilaporkan oleh korban penipuan.
“Menindaklanjuti hal tersebut, Satgas PASTI telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital RI untuk pemblokiran nomor dimaksud,” jelasnya.
Dia menyatakan, upaya pemblokiran akan terus dilakukan oleh Satgas PASTI untuk menekan ekosistem dari aktivitas dan entitas keuangan ilegal yang masih meresahkan masyarakat.
Di samping itu, Hudiyanto juga mengimbau agar masyarakat meningkatkan kewaspadaan dan tidak lengah terhadap berbagai modus penipuan yang semakin marak terjadi. Hal ini terutama yang terkait dengan penipuan digital (melalui media digital seperti whatsapp, instagram, telegram, tik-tok, SMS, email, dan website).
Menurutnya, penggunaan kecerdasan buatan (AI) untuk penipuan juga semakin meningkat, sehingga semakin meningkatkan risiko kerugian bagi masyarakat.
Hudiyanto mengungkapkan, berdasarkan pengamatan yang dilakukan IASC, ditemukan fakta bahwa hilangnya dana korban penipuan relatif sangat cepat.
“Sehingga kecepatan penyampaian laporan korban ke IASC sangat diharapkan. Hal ini diperlukan sebagai salah satu upaya untuk penyelamatan sisa dana korban,” jelasnya.
Hudiyanto membeberkan, modus-modus penipuan yangs ering terjadi diantaranya tawaran produk yang tidak berizin, penipuan adanya saudara yang mengalami kecelakaan, adanya pembayaran pajak yang belum dilaksanakan, transaksi kartu kredit yang harus segera dibatalkan.
Selain itu, penipuan Penipuan cinta yang mana penipu dan komplotannya memanipulasi perasaan korban untuk mendapatkan keuntungan. Kemudian penipuan yang dilakukan dengan menjanjikan imbal hasil cepat dalam waktu singkat serta bebas risiko, penipuan memanfaatkan situasi kondisi bencana alam berupa sumbangan, serta penipuan tiket travel dan tiket konser palsu.
Halaman Selanjutnya
Di samping itu, Hudiyanto juga mengimbau agar masyarakat meningkatkan kewaspadaan dan tidak lengah terhadap berbagai modus penipuan yang semakin marak terjadi. Hal ini terutama yang terkait dengan penipuan digital (melalui media digital seperti whatsapp, instagram, telegram, tik-tok, SMS, email, dan website).