Kamis, 14 Agustus 2025 – 15: 30 WIB
Viva — Industri film animasi di Indonesia kembali menjadi sorotan setelah sutradara kenamaan Hanung Bramantyo mengungkapkan fakta mengejutkan terkait biaya produksi movie animasi Merah Putih One For All
Baca juga:
Daftar Lengkap Bioskop di Seluruh Indonesia yang Menayangkan Movie Merah Putih: One for All.
Dalam sebuah wawancara di podcast Kasi Solusi, Hanung menyatakan bahwa anggaran sebesar Rp 6, 2 miliar yang digembar-gemborkan untuk movie tersebut ternyata jauh dari cukup untuk memenuhi standar kualitas movie animasi layar lebar.
Menurut Hanung, yang dikenal sebagai sutradara di balik kesuksesan Adit Sopo Jarwo The Movie, proses produksi movie animasi untuk bioskop memiliki tingkat kompleksitas yang sangat tinggi.
Baca juga:
Movie Merah Putih: One for All Tayang Hari Ini, Catat! di Jakarta Cuma Ada di 3 Bioskop Ini
“Animasi untuk sekelas layar lebar, 6 M nggak cukup, guys,” tegasnya, dikutip Kamis 14 Agustus 2025
Ia menjelaskan bahwa anggaran tersebut tidak mampu menutupi kebutuhan produksi yang meliputi berbagai tahapan rumit, mulai dari pengembangan cerita, desain karakter, hingga proses making yang membutuhkan teknologi canggih dan waktu yang panjang.
Baca juga:
Hanung Bramantyo Ngamuk, Pertanyakan ‘Merah Putih One For All’ Bisa Serobot 200 Antrean Film
Lebih lanjut, Hanung memaparkan bahwa pembuatan movie animasi berkualitas bioskop bisa memakan waktu hingga tiga sampai lima tahun untuk keseluruhan proses produksi.
“Membuat sebuah film animasi yang standar itu 3 sampai 4, bahkan 5 tahun,” ungkapnya.
Proses ini mencakup penulisan naskah yang matang, pembuatan aset aesthetic seperti karakter dan latar, serta rendering yang menuntut perangkat dengan spesifikasi tinggi.
Menurutnya, tahapan-tahapan ini sering kali tidak dipahami oleh masyarakat awam yang menganggap produksi animasi serupa dengan konten digital biasa.
Hanung juga menyoroti perbedaan mendasar antara animasi untuk system electronic seperti YouTube dan animasi untuk layar lebar.
“Ini kan ada dua system, satu platform sinema layar besar dengan pikselnya, jumlah piksel itu 2 K, bukan 1080,” jelasnya.
Resolusi tinggi yang dibutuhkan untuk bioskop menuntut ketelitian dan investasi yang jauh lebih besar dibandingkan animasi untuk platform daring. Hal ini menjadi salah satu faktor yang membuat biaya produksi melonjak.
Melalui penjelasannya, Hanung seolah ingin mengedukasi publik bahwa kualitas film animasi sangat bergantung pada besarnya investasi, baik dari segi waktu maupun dana. Pernyataannya ini sekaligus menjadi pengingat bahwa industri animasi Indonesia masih memiliki tantangan besar untuk bersaing dengan standar worldwide, terutama dalam hal pendanaan dan pemahaman akan proses produksi.
Dengan pengalamannya di industri movie, Hanung berharap pandangannya dapat membuka wawasan masyarakat tentang realitas di balik layar produksi animasi tanah air.
Halaman Selanjutnya
Proses ini mencakup penulisan naskah yang matang, pembuatan aset visual seperti karakter dan latar, serta providing yang menuntut perangkat dengan spesifikasi tinggi.