Jumat, 13 Juni 2025 – 17:26 WIB
Jakarta, Viva – Langkah strategis Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang merestui ekspor listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) ke Singapura sebesar 3,4 gigawatt (GW) dinilai tepat.
Baca juga:
Hilirisasi Komoditas Lokal, Khofifah Berhasil Pacu Ekspor Jatim Makin Melesat
Anggota Komisi XII DPR RI Gandung Pardiman mengatakan kebijakan ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam mempercepat transisi energi nasional sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam ekosistem energi bersih di kawasan.
Ia menyebut, langkah ini akan membuka potensi ekonomi baru dengan nilai investasi mencapai US$30–50 miliar serta tambahan devisa negara sebesar US$4–6 miliar per tahun. Kebijakan ini juga mendorong percepatan investasi di sektor hilir, seperti industri panel surya dan sistem penyimpanan energi (BESS).
Baca juga:
Motor Buatan RI Banyak Peminatnya di Luar Negeri
“Ini adalah terobosan penting. Kita tidak hanya bicara ekspor energi, tapi juga bagaimana kebijakan ini membawa efek berganda bagi pembangunan industri hijau di dalam negeri. Indonesia bisa menjadi pusat manufaktur energi bersih di Asia Tenggara,” ujar Gandung di Jakarta, dikutip dari keterangannya, Jumat, 13 Juni 2025.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta (sumber: Biro Pers Sekretariat Presiden)
Baca juga:
Nilai Ekspor Jatim Meningkat Pesat, Khofifah Sukses Buat Industri Lokal Tumbuh Kuat
Lebih lanjut, dia menyambut baik pendekatan Bahlil yang meletakkan prinsip keadilan dalam negosiasi kerja sama lintas negara. Di mana Singapura diharapkan tidak hanya membeli listrik dari Indonesia, tetapi juga menanamkan investasi pada pembangunan industri pendukungnya di Tanah Air.
Gandung menambahkan, kerja sama ini merupakan bentuk komitmen bersama antarnegara dalam melakukan transisi energi global yang berkeadilan sebagai respons terhadap tantangan perubahan iklim. Menurutnya, Indonesia memiliki peran strategis dalam peta transisi energi dunia, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Selain itu, Gandung menyoroti peluang kerja sama teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture and storage/CCS) lintas batas yang turut menjadi bagian dari kesepakatan bilateral. Ia menilai, pengembangan CCS bersama mitra global seperti Shell, ExxonMobil, dan Pertamina membuka ruang baru dalam pengelolaan emisi dan penguatan energi rendah karbon.
Anggota Komisi XII DPR RI Gandung Pardiman.
“Penyimpanan Penangkapan Karbon juga memberi peluang besar bagi Indonesia, baik dari sisi skema pembiayaan iklim, pendapatan negara, maupun pengembangan ekosistem teknologi dan turunannya. Ini harus dijadikan salah satu pilar dalam strategi transisi energi jangka panjang,” lanjut dia.
Sebagai mitra kerja Kementerian ESDM, Gandung menegaskan bahwa Komisi XII DPR RI akan terus mengawal implementasi kebijakan ekspor listrik hijau ini agar sejalan dengan kepentingan nasional, termasuk aspek kedaulatan energi, keberlanjutan lingkungan, dan pemerataan pembangunan industri hijau di daerah.
Halaman Selanjutnya
Selain itu, Gandung menyoroti peluang kerja sama teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture and storage/CCS) lintas batas yang turut menjadi bagian dari kesepakatan bilateral. Ia menilai, pengembangan CCS bersama mitra global seperti Shell, ExxonMobil, dan Pertamina membuka ruang baru dalam pengelolaan emisi dan penguatan energi rendah karbon.