Jumat, 15 Agustus 2025 – 10: 41 WIB
Jakarta, Viva — Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti soal sindiran ‘Kabur Aja Dulu’, ‘Indonesia Gelap’ hingga ‘Bendera One Piece’. Menurut dia, sindiran tersebut merupakan bentuk kritik rakyat terhadap negara demokrasi.
Baca juga:
Puan Maharani di Sidang Tahunan MPR: Ibu Megawati Saya Wakili Keberadannya
Hal itu disampaikan Puan dalam sidang tahunan MPR RI 2025 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat, 15 Agustus 2025
“Dalam demokrasi, rakyat harus memiliki ruang yang luas untuk berserikat, berkumpul, menyatakan pendapat, dan menyampaikan kritik,” kata Puan.
Baca juga:
Bergelar ‘Orang Kaya’, Ketua DPR Brunei Bikin Riuh Gedung Parlemen RI
Kritik rakyat saat ini, menurut dia hadir dalam berbagai bentuk yang kreatif dan memanfaatkan kemajuan teknologi, khususnya media sosial, sebagai corong suara publik.
“Ungkapan tersebut dapat berupa kalimat singkat seperti ‘kabur aja dulu’, sindiran tajam ‘Indonesia Gelap’, lelucon politik ‘negara Konoha’ hingga simbol-simbol baru seperti ‘bendera One Piece’ dan banyak lagi yang menyebar luas di ruang digital,” tuturnya.
Baca juga:
Sidang Tahunan MPR, Polisi Pastikan Jakarta Tak Macet!
Nyonya menjelaskan bahwa fenomena tersebut menunjukkan bahwa aspirasi dan kecemasan orang -orang sekarang disampaikan dalam bahasa mereka sendiri.
Untuk pemegang kekuasaan, semua suara orang yang didengar bukan hanya kata atau gambar.
“Di balik setiap kata ada pesan. Di balik setiap pesan ada keresahan. Dan di balik keresahan itu ada harapan. Karena itu, yang dituntut dari kita semua adalah kebijaksanaan. Kebijaksanaan untuk tidak hanya mendengar, tetapi juga memahami,” tutur Puan.
Dia berharap bahwa semua kritikus yang datang dari orang -orang dapat sepenuhnya dipahami oleh para aktor.
“Kita semua berharap bahwa apa word play here bentuk dan isi orang yang disampaikan, itu tidak bisa menjadi batu bara untuk membakar persaudaraan,” kata Mrs.
Anda menekankan bahwa kritik yang ada tidak bisa menjadi api yang menghancurkan bangsa. Kecuali, kritik harus menjadi cahaya yang menerangi jalan kita bersama.
“Kritik dapat keras dalam substansi dan menentang keras kebijakan akan tetapi kritik bukan alat untuk memicu kekerasan, kebencian, menghancurkan etika dan ethical masyarakat, apalagi menghancurkan kemanusiaan,” tandas dia.
Halaman Selanjutnya
“Di balik setiap kata ada pesan. Di balik setiap pesan ada keresahan. Dan di balik keresahan itu ada harapan. Karena itu, yang dituntut dari kita semua adalah kebijaksanaan. Kebijaksanaan untuk tidak hanya mendengar, tetapi juga memahami,” tutur Puan.