Senin, 16 Juni 2025 – 12: 33 WIB

Jakarta, Viva — Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) merupakan dokumen resmi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah setiap tahun sebagai pemberitahuan atas besarnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan (P 2 yang harus dibayar oleh wajib pajak.

Baca juga:

Empat Bangunan Important Nuklir Iran Rusak Usai Serangan Israel, Menurut IAEA

Namun, dalam praktiknya, satu bidang tanah atau bangunan bisa saja dimiliki oleh lebih dari satu pihak. Jika kepemilikan tersebut telah memiliki dokumen kepemilikan yang terpisah serta batas fisik yang jelas, maka SPPT PBB-P 2 bisa dipecah menjadi beberapa bagian. Inilah yang disebut sebagai pemecahan SPPT PBB-P 2

Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta, Morris Danny menjelaskan, pemecahan SPPT PBB-P 2 adalah proses administratif untuk memisahkan satu SPPT yang mencakup satu objek pajak menjadi dua atau lebih SPPT berbeda.

Baca juga:

Cegah Sengketa, Begini Cara Mutasi atau Balik Nama PBB di Jakarta

“Proses ini dilakukan ketika objek pajak (tanah/bangunan) sudah dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh lebih dari satu pihak, dan telah terbagi secara fisik dan dokumen dengan jelas. Tujuan utamanya adalah memberikan kemudahan dalam pembayaran dan pelaporan pajak masing-masing pihak sesuai dengan bagian objek yang mereka miliki atau kuasai,” katanya dikutip dalam keterangan tertulis, Senin, 16 Juni 2025

Ilustrasi pajak.

Baca juga:

Iran Luncurkan Serangan Balasan ke Pangkalan Udara Nevatim Israel, Puluhan Tentara Israel Terluka

Selain itu, pemecahan SPPT juga menjadi bagian penting dari penataan administrasi pertanahan dan legalisasi kepemilikan yang lebih transparan.

Dengan melakukan pemecahan SPPT, lanjutnya, wajib pajak akan memiliki kejelasan dalam memenuhi kewajiban perpajakan secara tertib dan sesuai dengan hak atas tanah/bangunan yang dimiliki.

“Hal ini juga menghindari kesalahan tagihan atau penagihan ganda atas objek pajak yang sudah terbagi kepemilikannya,” kata Morris.

Ia mengimbau, bagi masyarakat Jakarta yang ingin mengurus pemecahan SPPT, pastikan seluruh dokumen telah disiapkan dengan lengkap dan sesuai ketentuan. Proses ini bisa menjadi lebih cepat dan efisien apabila dilakukan secara sistematis dan tepat.

Berdasarkan Keputusan Kepala Bapenda DKI Jakarta No. 458 Tahun 2024, berikut adalah dokumen yang harus dipenuhi oleh masyarakat yang ingin mengajukan permohonan pemecahan SPPT:

1 Surat Aplikasi

2 Identitas wajib pajak:

○ Perorangan: KTP atau KITAP (untuk WNA)

○ Badan: NIB, NPWP, KTP pengurus, akta pendirian/perubahan

3

4 SPOP/LSPOP yang telah diisi dengan lengkap dan ditandatangani

5 Cetakan SPPT PBB-P 2 terbaru

6 Bukti kepemilikan tanah:

○ Sudah bersertifikat: fotokopi sertifikat tanah

○ Belum disertifikasi atau waktu sudah berakhir:

■ Fotokopi girik/surat kavling/dokumen sejenis

■ Surat Pernyataan Penguasaan Fisik

■ Surat Keterangan Lurah (PM. 1

7 Fotokopi bukti peralihan atau pengoperan hak

8 Fotokopi IMB/PBG (opsional)

9 Foto objek pajak

10 Gambar situasi (denah/batas fisik)

11 Bukti pelunasan PBB-P 2 dengan ketentuan:

○ Lunas 5 tahun terakhir untuk tanah induk

○ atau waktu penguasaan yang tepat jika tidak berusia 5 tahun

12 Bukti pembayaran BPHTB (SSPD BPHTB) jika termasuk objek pajak yang terkena BPHTB.

Halaman Selanjutnya

“Hal ini juga menghindari kesalahan tagihan atau penagihan ganda atas objek pajak yang sudah terbagi kepemilikannya,” kata Morris.

Halaman Selanjutnya

Tautan sumber