Bandung, VIVA– Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, akhirnya menghirup udara bebas. Terpidana kasus korupsi proyek e-KTP senilai Rp 5, 9 triliun itu resmi keluar dari Lapas Sukamiskin, Bandung, pada Sabtu, 16 Agustus 2025, dengan standing bebas bersyarat.
Baca juga:
Respons Ketua KPK soal Setya Novanto Bebas Bersyarat di Kasus e-KTP
Kepala Kantor Wilayah Dirjen Pemasyarakatan Jawa Barat, Kusnali, membenarkan kabar pembebasan tersebut.
“Iya benar (Setya Novanto) bebas kemarin. Dia bebas bersyarat karena dia peninjauan kembalinya dikabulkan dari 15 tahun menjadi 12, 5 tahun,” ujar Kusnali, Minggu, 17 Agustus 2025
Baca juga:
Ditjenpas Beberkan Peran Setya Novanto di Lapas, Jadi Inisiator Klinik Hukum
Ia menegaskan bahwa pembebasan bersyarat ini sudah sesuai aturan.
“Dihitung dua per tiganya itu mendapat pembebasan bersyarat pada 16 Agustus 2025,” katanya.
Baca juga:
Setya Novanto Bebas Bersyarat, Golkar Angkat Bicara Soal Peluang Kembalinya Sang Mantan Ketua ke Panggung Politik
Skandal Korupsi yang Mengguncang Negeri
Kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto mencuat sejak Maret 2017 Dalam dakwaan KPK, ia disebut berperan dalam mengatur besaran anggaran proyek tersebut hingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 2, 3 triliun.
Setya Novanto.
- ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Pada September 2017, Novanto sempat menang praperadilan sehingga condition tersangkanya gugur. Namun, dua bulan kemudian KPK kembali menetapkannya sebagai tersangka.
Drama ‘Benjol Bakpao’ dan Kecelakaan Misterius
Salah satu momen paling heboh dalam kasus ini terjadi pada 16 November 2017, ketika mobil yang ditumpangi Setya Novanto menabrak tiang listrik di kawasan Permata Hijau, Jakarta. Peristiwa itu memunculkan istilah “benjol segede bakpao” yang diucapkan oleh kuasa hukumnya saat itu, Fredrich Yunadi.
Namun, KPK menduga ada kejanggalan dalam kecelakaan tersebut. Wakil Ketua KPK saat itu, Basaria Panjaitan, memaparkan kronologi lengkap kejadian.
Berawal pada Rabu, 15 November 2017, Setya Novanto dijadwalkan diperiksa sebagai tersangka atas dugaan korupsi e-KTP. Ia tidak hadir dan justru mengirimkan surat ke KPK. Malam harinya pukul 21 40 WIB, tim KPK mendatangi rumah Novanto di Jalan Wijaya XIII, Kebayoran Baru, dengan membawa surat perintah penangkapan dan penggeledahan.
Tak lama kemudian, Novanto mengalami kecelakaan menabrak tiang listrik yang disebut benjol sebesar ‘bakpao’. Namun, yang janggal, ia tidak dibawa ke IGD melainkan langsung dirawat inap di ruang VIP RS Medika Permata Hijau. Belakangan terungkap bahwa dokter Bimanesh Sutarjo diduga bekerja sama untuk merekayasa information medis agar Novanto bisa menghindari pemeriksaan KPK.
Atas kejadian tersebut, KPK menetapkan dokter Bimanesh dan pengacara Fredrich Yunadi sebagai tersangka karena dianggap merintangi proses penyidikan. Keduanya dijerat Pasal 21 UU No. 31/ 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/ 2001 jo. Pasal 55 ayat 1 ke- 1 KUHP.
Persidangan Penuh Drama hingga Vonis 15 Tahun
Sidang perdana digelar pada 13 Desember 2017 Dengan alasan sakit, Setya Novanto sempat menolak menjawab pertanyaan hakim. Namun, tim dokter memastikan kondisinya sehat sehingga persidangan terus berjalan.
Pada Maret 2018, jaksa KPK menuntut hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Jaksa menyebut ada aliran dana USD 7, 3 juta yang ditujukan untuk Novanto, meski tidak diterima secara langsung.
Akhirnya, pada 24 April 2018, majelis hakim memvonis 15 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan, serta kewajiban membayar uang pengganti USD 7, 3 juta dikurangi Rp 5 miliar yang sudah dititipkan ke KPK. Hak politiknya juga dicabut selama 5 tahun setelah menjalani pidana.
Sel Mewah di Sukamiskin
Meski divonis berat, kehidupan Novanto di Lapas Sukamiskin tak lepas dari sorotan publik. Pada 2019, Ombudsman RI menemukan adanya keistimewaan di sel yang ditempatinya.
Sidak dipimpin anggota Ombudsman kala itu, Ninik Rahayu, pada Kamis 13 September 2019 malam bersama 12 anggota lainnya. Hasil sidak memperlihatkan sel Novanto berukuran lebih luas dibanding narapidana lain.
Di dalam sel itu terdapat exhaust follower, lemari mirip kitchen collection, ranjang dengan dua kasur (salah satunya diletakkan berdiri), rak buku berisi kitab agama Islam, serta meja persegi dengan tiga kursi. Fasilitas kamar mandi pun lebih lengkap dengan bathroom duduk dan shower yang terbungkus plastik hitam.
Temuan ini sempat menuai kritik publik karena dianggap menunjukkan adanya fasilitas berlebih bagi napi kelas kakap.
Skandal HP di Lapas
Kontroversi tak berhenti sampai di situ. Pada 2021, foto Setya Novanto kembali jadi sorotan setelah ia kedapatan membawa ponsel ke dalam lapas. Foto tersebut beredar luas di media sosial, memperlihatkan Novanto bersama sejumlah narapidana lain tengah duduk di depan meja makan saat Idul Adha.
Dalam foto itu, tampak seorang napi memegang ponsel, sementara Novanto berada di sampingnya. Peristiwa itu langsung ditindaklanjuti Kalapas Sukamiskin kala itu, Elly Yuzar, dengan memberikan peringatan keras kepada Novanto.
Hukuman dipangkas melalui PK
Tak puas dengan vonis, Setya Novanto mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Pada Juli 2025, Mahkamah Agung mengabulkan PK tersebut dan memangkas hukumannya dari 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan penjara.
MA juga mengurangi masa pencabutan hak politik Novanto, dari 5 tahun menjadi 2 tahun 6 bulan setelah selesai menjalani pidana. Keputusan ini membuat peluangnya bebas lebih cepat semakin terbuka, ditambah remisi rutin pada Idul Fitri dan peringatan Hari Kemerdekaan.
Resmi Bebas Bersyarat
Puncaknya, pada 16 Agustus 2025, Setya Novanto resmi bebas bersyarat. Ia keluar dari Lapas Sukamiskin berdasarkan Surat Keputusan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Nomor PAS- 1423 PK. 05 03 Tahun 2025
Sama seperti terpidana korupsi e-KTP lainnya, seperti eks pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto, Novanto kini bisa menjalani sisa masa hukumannya di luar penjara.
Halaman Selanjutnya
Resource: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A