Kamis, 24 Juli 2025 – 20: 24 WIB
Jakarta, Viva — Implementasi Big Information Analytics (BDA) di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dinilai belum cukup untuk menghasilkan kualitas audit yang lebih tinggi secara langsung.
Baca juga:
Duh! Minggu Pagi Ini Kualitas Udara Jakarta Terburuk Ketiga di Dunia
Karena itu, strategi pemanfaatan BDA harus bersifat sistemik dan tak berdiri sendiri, melainkan terhubung dengan penguatan kelembagaan, pelatihan, serta perubahan cara berpikir dalam proses audit itu sendiri.
Demikian disampaikan Promovendus Totok Sucahyo dalam kesimpulan desertasinya.
Baca juga:
Ketua DPRD Pemprov Jambi Sambut Kedatangan Dirjen Pemeriksaan Keuangan Negara V BPK RI
Dia meraih gelar doktor dengan Pujian setelah berhasil mempertahankan disertasi berjudul ‘Pengaruh Kompetensi Auditor, Penerapan Big Information Analytics, dan Waktu Pemeriksaan terhadap Kualitas Audit dengan Mediasi Kompleksitas pada Tugas BPK RI’ di Gedung Bung Hatta, Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Jakarta, Kamis, 24 Juli 2025
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia/ BPK RI
Baca juga:
Dapat WTP 11 Kali Berturut-turut dari BPK, Gubernur Agustiar Sabran: Bukti Transparansi Pemprov Kalteng
Totok berhasil mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya secara langsung di hadapan tim penguji yang diketuai Prof. Dr. Dedi Purwana E.S., M.Bus dan sekretaris Prof. Dr. Umi Widyastuti, S.E., M.E. Yang menarik, dalam sidang terbuka tersebut, beberapa penguji melontarkan pertanyaan kritis, mengulik isi disertasi Totok Sucahyo.
Mulanya, Prof Dr Ir Kazan Gunawan mempertanyakan alasan Totok menggunakan 3 kerangka teoritis sekaligus dalam penelitiannya, yakni evolutionary concept, resource-based sight (RBV), dan dynamic capability theory.
Merespons pertanyaan Kazan Gunawan, Totok mengatakan penggunaan tiga kerangka teoritis sekaligus karena ketiganya menawarkan lensa yang saling melengkapi untuk memahami dinamika strategis dan organisasi dalam konteks audit sektor publik di age digital.
Selain itu, Prof Kazan Gunawan juga meminta penjelasan Totok atas kesimpulan disertasinya, yakni implementasi Big Information Analytics (BDA) tak berpengaruh secara langsung terhadap kualitas audit.
Totok mengakui, ada sejumlah alasan BDA tidak berpengaruh langsung pada kualitas audit, antara lain tahap implementasi BDA masih bersifat permukaan, tingkat literasi dan kesiapan auditor terhadap teknologi masih variatif serta kompetensi auditor dalam bidang teknis BDA belum merata.
“Saya menyimpulkan bahwa implementasi BDA di BPK saat ini belum cukup untuk menghasilkan kualitas audit yang lebih tinggi secara langsung,” tegas Totok.
Pada kesempatan itu, Prof Dedi Purwana juga mengajukan pertanyaan terkait result dari disertasi tersebut. Totok pun menerangkan bahwa disertasinya akan menghasilkan banyak output baik dalam kerangka ilmiah, konseptual, dan implementatif atau praktis. Hal tersebut sebagai kontribusi nyata bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang audit sektor publik serta penguatan kapasitas kelembagaan BPK RI.
Ilustrasi Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Totok mencontohkan result dari sisi praktis, yakni dirinya telah merumuskan sejumlah rekomendasi yang dapat langsung diadopsi oleh BPK RI.
“Rekomendasi tersebut antara lain strategi pelatihan auditor berbasis kebutuhan aktual lapangan, optimalisasi pemanfaatan BDA secara terintegrasi dalam proses audit, serta perbaikan tata kelola waktu pemeriksaan berdasarkan kompleksitas tugas,” kata Totok.
Sementara penguji yang lain, Prof. Agung Dharmawan Buchdadi, mempertanyakan apakah temuan dalam disertasi Totok tersebut bisa digeneralisasi ke lembaga pemeriksa lain baik nasional maupun internasional atau memang hanya khusus BPK.
Totok menegaskan penelitian ini memang mengambil BPK RI sebagai locus karena karakteristiknya yang unik, sebagai lembaga konstitusional, independen, dan bertanggung jawab langsung kepada DPR.
“Namun demikian, temuan dalam disertasi ini tidak semata-mata bersifat eksklusif untuk BPK, melainkan memiliki relevansi eksternal dalam konteks lembaga pemeriksa publik lainnya, baik nasional seperti Inspektorat Jenderal, Bawasda, maupun internasional seperti SAI (Supreme Audit Institutions) di bawah kerangka INTOSAI,” pungkas Totok.
Halaman Selanjutnya
Merespons pertanyaan Kazan Gunawan, Totok mengatakan penggunaan tiga kerangka teoritis sekaligus karena ketiganya menawarkan lensa yang saling melengkapi untuk memahami dinamika strategis dan organisasi dalam konteks audit sektor publik di age digital.