Rabu, 28 Mei 2025 – 22: 53 WIB

Jakarta, Viva – Barang impor ilegal yang masih marak jadi perhatian DPR RI. Perlu adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen baru yang bisa mengatur pemasaran produk melalui media digital termasuk sanksi bagi pelanggar.

Baca juga:

PKB Kritik Proses Penulisan Sejarah Indonesia: Jangan Tergesa-gesa dan Minim Sosialisasi

Anggota Komisi VI DPR RI, Rivqy Abdul Halim alias Gus Rivqy menyoroti temuan jutaan barang impor ilegal dari China. Menurut dia, konsumen perlu dilindungi dengan Undang-Undang.

“Undang-Undang Perlindungan Konsumen mesti melindungi konsumen dari banjirnya produk ilegal yang dipasarkan melalui media electronic,” kata Gus Rivqy dalam keterangannya dikutip pada Rabu, 28 Mei 2025

Baca juga:

Momen Cak Imin dan Elite PKB Berbagi Berkah dengan Anak Yatim Piatu di Monas

DPR melalui Komisi VI DPR saat ini tengah menggodok revisi UU Perlindungan Konsumen yang akan menggantikan UU No. 8 Tahun 1999 Revisi ini bertujuan menyesuaikan regulasi dengan tantangan konsumen masa kini.

Menurut Rivqy, RUU Perlindungan Konsumen harus menyertakan system digital dalam pembahasan demi menjamin perlindungan bagi masyarakat sebagai konsumen.

Baca juga:

Datangi Markas DPP PKB, Tim KPK Bahas Tata Kelola Parpol hingga Bantuan Dana Banpol

“UU yang baru ini harus ada aturan lebih komprehensif, dengan mengajak system atau shopping duduk bersama,” jelas lawmaker PKB itu.

Bea Cukai Nanga Badau Musnahkan Barang-Barang Ilegal

Bea Cukai Nanga Badau Musnahkan Barang-Barang Ilegal

Dia menyoroti temuan Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang mengamankan 1 680 047 barang impor asal China yang tidak sesuai ketentuan di Kabupaten Tangerang, pada Kamis, 22 Mei 2025 Jutaan produk itu terdiri dari perkakas tangan, peralatan listrik, elektronik, aksesori pakaian, dan produk besi atau baja beserta turunannya yang nilainya mencapai Rp 18, 85 miliar.

Temuan barang impor ilegal diperoleh Kemendag melalui pengamatan di media sosial yang menampilkan promosi dan distribusi barang impor secara daring.

Rivqy bilang pentingnya perlindungan konsumen karena barang impor ilegal seperti alat penghisap debu, sarung tangan, hingga perkakas lain dipasarkan kepada konsumen melalui media sosial business, TikTok.

“Artinya para pelaku usaha telah melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen karena tidak menjual atau memasarkan produk mereka kepada konsumen dengan jujur sesuai peraturan yang berlaku,” tutur Rivqy.

Dia menambahkan persoalan lainnya karen pengawasan lemah terhadap maraknya produk ilegal tersebut.

“Selain itu, catatan pentingnya juga adalah pengawasan system masih cukup lemah, karena meloloskan pemasaran produk ilegal,” jelas Rivqy.

Lebih lanjut, dia menuturkan UU Perlindungan Konsumen yang lama belum mengatur secara detail terkait pemasaran produk ilegal melalui media electronic. Selama ini, payung hukum yang dipakai untuk menjerat pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha di media electronic hanyalah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Dapat dilihat pada pasal 9 UU ITE yang bunyinya pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan,” jelas Gus Rivqy.

Pun, ia juga menyoroti persoalan terkait ketimpangan relasi antara pelaku usaha dengan konsumen. Hal itu terutama, saat konsumen mengajukan keluhan terhadap barang atau jasa di media digital.

“Dari beberapa kasus yang ada, konsumen sering kali kalah dengan tuntutan pencemaran nama baik di media digital,” tuturnya.

Halaman Selanjutnya

Dia menyoroti temuan Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang mengamankan 1 680 047 barang impor asal China yang tidak sesuai ketentuan di Kabupaten Tangerang, pada Kamis, 22 Mei 2025 Jutaan produk itu terdiri dari perkakas tangan, peralatan listrik, elektronik, aksesori pakaian, dan produk besi atau baja beserta turunannya yang nilainya mencapai Rp 18, 85 miliar.

Halaman Selanjutnya

Tautan sumber