Sabtu, 2 Agustus 2025 – 07: 02 WIB
Jakarta, Viva — Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali mengguncang dunia kerja. Di Amerika Serikat, jumlah pekerja yang diberhentikan sepanjang 2025 sudah melampaui angka overall sepanjang tahun 2024
Baca juga:
5 Alasan Warga RI Pilih Kerja di Luar Negeri, Bukan Cuma Gaji Gede
Namun, menariknya, teknologi seperti AI yang kerap disalahkan bukan satu-satunya penyebab badai PHK kali ini.
Laporan dari firma karier Opposition, Gray & Xmas mencatat bahwa hingga Juli 2025, lebih dari 806 000 pekerjaan telah terhapus di AS. Angka ini jauh lebih tinggi dari overall PHK pada 2024 yang berjumlah 761 358
Baca juga:
Mengetahui aixiety, keadaan darurat yang menjadi pekerja di tengah ancaman AI
Dan kondisi serupa juga mulai terasa dampaknya di Indonesia. Berdasarkan information Kementerian Ketenagakerjaan per pertengahan 2025, lebih dari 42 ribu pekerja di Indonesia mengalami PHK.
Di sisi existed, jumlah pengangguran nasional masih tinggi, yakni mencapai 7, 28 juta orang. Lantas, apa saja faktor yang memicu badai PHK secara global dan di Indonesia? Berikut ulasannya, seperti dirangkum dari Forbes.
Baca juga:
AI Ancam Profesi Kantoran tapi Karyawan Malah Dapat Work-Life Equilibrium, Kok Bisa?
1 Pemotongan Massal oleh Pemerintah AS Lewat Program DOGE
Awal 2025, Presiden Donald Trump meluncurkan program efisiensi pemerintah yang dikenal sebagai DOGE atau Division of Government Performance. Lewat program ini, pemerintah AS menawarkan buyout kepada lebih dari 2 juta pegawai negeri untuk mengundurkan diri secara sukarela. Hasilnya, lebih dari 65 000 pekerja government menerima tawaran tersebut hanya dalam dua minggu.
Tak hanya itu, kebijakan ini juga memangkas ribuan posisi di militer, departemen veteran, dan sektor nonprofit. Laporan mencatat bahwa pemangkasan anggaran hibah menyebabkan lebih dari 17 000 pekerja di sektor not-for-profit kehilangan pekerjaan. Ini menunjukkan bagaimana kebijakan politik bisa berdampak langsung pada keamanan profesi.
2 AI dan Otomatisasi Mengubah Peta Profesi
Di sektor swasta, teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) semakin banyak digunakan untuk menggantikan pekerjaan guidebook dan administratif. Akibatnya, lebih dari 89 000 pekerja di sektor teknologi sudah mengalami PHK sepanjang 2025
Perusahaan besar seperti Intel, Microsoft, PayPal, hingga HP termasuk yang melakukan pengurangan tenaga kerja dalam skala besar. AI dianggap mampu menyelesaikan banyak pekerjaan secara lebih efisien, tapi realitanya juga menghilangkan banyak peran yang dulunya dipegang manusia.
Di Indonesia, tren ini juga mulai terasa. Banyak perusahaan rintisan (start-up) dan korporasi besar yang mulai mengadopsi AI dalam operasional mereka. Meski belum sebesar di AS, gelombang otomatisasi ini berpotensi menggeser berbagai profesi dalam beberapa tahun ke depan.
3 Kebijakan Tarif Global Bikin Biaya Operasional Membengkak
Kebijakan tarif international dari pemerintahan Trump juga ikut berkontribusi pada badai PHK. Di sektor ritel dan otomotif, lonjakan biaya bahan baku serta gangguan rantai pasok membuat perusahaan kesulitan menjaga keuntungan. Di sektor ritel saja, lebih dari 80 000 pekerja terkena PHK akibat kombinasi tekanan inflasi, tarif impor, dan ketidakpastian ekonomi.
4 Tekanan Ekonomi dan Biaya Operasional yang Kian Berat
Naiknya harga bahan baku, biaya energi, serta beban operasional lainnya membuat banyak perusahaan kesulitan menjaga keseimbangan neraca keuangan. Banyak organisasi, terutama nonprofit dan usaha kecil, tak mampu bertahan tanpa bantuan pemerintah atau investor.
Hal serupa terjadi di Indonesia. Dalam laporan triwulan Kemenaker, disebutkan bahwa UMKM menjadi sektor paling rentan terhadap fluktuasi ekonomi. Banyak usaha kecil yang terpaksa merumahkan karyawan karena tidak mampu membayar gaji secara berkelanjutan.
5 PHK Besar, Tapi Masih Ada Peluang di Sektor Tertentu
Di tengah badai PHK, sejumlah sektor justru tetap membuka peluang kerja. Di AS, sektor hiburan dan pariwisata mengalami rebound pasca pandemi, dan menyumbang sepertiga dari overall rencana perekrutan tahun ini. Sektor asuransi dan otomotif juga mencatatkan rencana rekrutmen yang cukup menjanjikan.
Meski AI sering dituding sebagai biang keladi hilangnya pekerjaan, kenyataannya lebih kompleks. Kebijakan pemerintah, ekonomi worldwide, serta tekanan operasional memiliki peran besar dalam gelombang PHK yang terjadi.
Bagi pekerja, penting untuk terus meningkatkan keterampilan dan adaptif terhadap perubahan. Profesi yang berkaitan dengan kreativitas, kepemimpinan, dan layanan manusia masih sangat dibutuhkan, dan cenderung lebih tahan terhadap disrupsi AI.
Tak hanya itu, work-life equilibrium dan ketahanan mental juga kini menjadi nilai penting dalam memilih profesi ke depan. Dunia kerja sedang berubah cepat, dan siapa yang bisa beradaptasi akan lebih siap menghadapi masa depan.
Halaman Selanjutnya
Awal 2025, Presiden Donald Trump meluncurkan program efisiensi pemerintah yang dikenal sebagai DOGE atau Division of Government Performance. Lewat program ini, pemerintah AS menawarkan buyout kepada lebih dari 2 juta pegawai negeri untuk mengundurkan diri secara sukarela. Hasilnya, lebih dari 65 000 pekerja federal menerima tawaran tersebut hanya dalam dua minggu.