Jakarta, Viva — Sektor usaha ultramikro, mikro, kecil dan menengah (UMKM) dinilai membutuhkan ekosistem yang sehat agar bisa naik kelas. Sehingga pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Baca juga:
Bangun Ekosistem Keuangan Cerdas Berbasis AI, AIOPOX Gandeng Otto Media
Deputi Usaha Mikro Kementerian UMKM M Riza Damanik, diskusi bertajuk ‘Peran Pembiayaan Ultra Mikro Terhadap Perekonomian Nasional dalam Membantu Pengentasan Kemiskinan’ di Jakarta, mengatakan bahwa strategi pemerintah agar UMKM terutama kelompok ultramikro dan mikro naik kelas adalah menciptakan ekosistem yang sehat.
Menurut dia pendekatan parsial pada pemberdayaan UMKM tidak membawa dampak maksimum. ” Jika pendekatannya parsial, hanya pembiayaan atau pelatihan saja, itu kurang tepat. Terbatas pada pemasaran atau modal saja juga tidak pas,” ujar Riza dikutip Jumat, 25 Juli 2025
Baca juga:
Omzet Melejit, Kisah Sukses UMKM Kuliner Kurma yang Tumbuh Bersama Rumah BUMN BRI Jakarta
Dia mengatakan, cara lain yang dilakukan oleh pemerintah dalam mendukung UMKM adalah memudahkan perizinan. Hal tersebut guna memperkuat pemasaran, mengurus sertifikasi hingga mendapatkan fasilitas permodalan.
Menurut Riza hingga kuartal II/ 2025 sudah diterbitkan sekitar 1, 4 juta Nomor Induk Berusaha (NIB). Dengan demikian complete akumulasi penerbitan NIB dari 2021 sampai saat ini sudah mencapai 12, 98 juta atau mencapai 83, 72 persen dari target RPJMN 2025 – 2029
Baca juga:
Bazar Kreasi Bhayangkari Nusantara 2025 Resmi Dibuka, Dukung UMKM Naik Kelas dan Perkuat Ekonomi Nasional
“PT PNM (Permodalan Nasional Madani) mendukung percepatan NIB. Hingga kini total jadi 12, 98 juta pelaku usaha yang sudah mendapatkan NIB. Dengan NIB maka UMKM bisa mendapatkan sertifikasi halal, termasuk fasilitasi sertifikasi halal gratis, mendapatkan akses pembiayaan, dan seterusnya,” ujarnya.
PNM, diketahui sudah berhasil memfasilitas penerbitan NIB bagi 2 252 850 nasabah. Bagi PNM, fasilitas ini bukan sekadar dokumen administratif, tetapi juga merupakan langkah strategis dalam meningkatkan daya saing pengusaha mikro.
Selain itu, Riza menuturkan bahwa UMKM juga membutuhkan sertifikat standar nasional Indonesia (SNI). Dia mengungkap mayoritas UMKM Indonesia masih sulit mendapatkan sertifikat ini.
Ekonom senior Institute for Growth of Business Economics and Finance (INDEF) Aviliani menyoroti banyaknya sertifikat perizinan usaha yang harus dikantongi para pelaku mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Dia menilai bahwa semestinya pemerintah mempermudah dan menyederhanakan sertifikat perizinan agar tidak mempersulit pengusaha UMKM.
“Izin, habis itu izin halal, habis itu izin lagi. Ternyata izinnya banyak banget sertifikatnya. Menurut saya, kenapa enggak UMKM itu apa saja yang dibutuhkan, yang ngurus satu saja,” kata Aviliani dalam acara yang sama.
Pemerintah menurut dia, memiliki opsi mempermudah birokrasi perizinan usaha UMKM menjadi lebih efisien.
“Jadi menurut saya, kita itu ‘kalau bisa dipersulit ngapain dipermudah itu’ jangan dilakukan lagi. Harus dibalik,” tuturnya.
Terlebih lagi, Aviliani menyebut perizinan sertifikasi ini justru tak sejalan dengan keinginan Presiden Prabowo Subianto agar semua hal dipercepat.
“Jadi mungkin ini juga perlu, karena kalau Pak Prabowo itu keinginannya cepat-cepat, tapi ternyata dalam proses perizinan juga enggak segampang itu. Jadi ini saya rasanya juga satu masukan yang sudah dilakukan,” ujarnya.
Sementra itu, Direktur Utama Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Ismed Saputra menargetkan penyaluran pembiayaan ultra mikro atau UMi pada 1, 47 juta debitur sebesar Rp 9, 4 triliun. Dari target tersebut pada semester I 2025, overall penyaluran pembiayaan ultra mikro telah mencapai Rp 3, 79 triliun dengan total debitur sebanyak 745 653 orang, atau 50, 7 % dari target 2025
PT PNM juga menjadi salah satu mitra yang bisa menyalurkan langsung pada debitur. Oktober tahu lalu, PT PNM dan PIP menandatangani perjanjian pembiayaan ultramikro dengan plafon Rp 2, 5 triliun.
“Sampai akhir tahun sebenarnya sudah ada pipeline-nya. Pencairan ini kan tidak sekaligus. Misalnya dengan penyalur PNM, bulan kemarin Rp 2 triliun. Itu kan cairnya misal 40 % tahap pertama, kemudian 40 % tahap kedua, lalu ada tahap ketiga,” ujar Ismed.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Permodalan Nasional Madani (PNM) Arief Mulyadi mengatakan, satu kunci pemberdayaan pengusaha ultramikro yang dilakukannya adalah rekayasa sosial yaitu menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan usaha, bukan sekadar menyediakan akses permodalan.
Diskusi Peran Pembiayaan Ultra Mikro Terhadap Perekonomian Nasional.
Rekayasa sosial ini menurut Arief penting karena alam pikir masyarakat, terutama di pedesaan perlu didukung untuk agar lebih percara diri berani mengambil keputusan menjadi pengusaha, termasuk menghadapi risikonya.
“Rekayasa sosial untuk pemberdayaan semacam ini ada di kelompok nasabah. Saat ini ada sekitar 920 000 kelompok nasabah PNM Mekaar. Nasabah yang kami biayai ada yang belum pernah sekalipun menjalani usaha,” ujar dia.
PNM Mekaar, produk dari PNM untuk kaum perempuan pengusaha ultramikro kini sudah melayani 22, 4 juta nasabah. Produk pembiayaan ini menurut Arief sejak awal ditujukan untuk mengentaskan kemiskinan, karena itu sasarannya adalah masyarakat prasejahtera dan rentan sejahtera.
Dengan kelompok-kelompok nasabah sebagai basis aktivitas, PNM melakukan berbagai aktivitas untuk menyalurkan pembiayaan sekaligus memberdayakan masyarakat. “Kami coba upayakan multiaktivitas. Kami dorong aktivitas literasi, inklusi sekaligus pemberdayaan. Karena ini menyasar segmen itu,” ujar dia.
Saat ini PNM mempunyai 46 bank sebagai debitur dan Pusat Investasi Pemerintah (PIP), selain itu PNM juga menghimpun dari pasar modal dan bond.
Terbaru, PNM menerbitkan “Orange bond” sebuah instrumen investasi untuk mendanai program-program pemberdayaan masyarakat terutama kaum perempuan. “Kita harus naik kelas, kami punya obligasi moral untuk memastikan mereka sustain dalam usaha,” ujar Arief.
Halaman Selanjutnya
Selain itu, Riza menuturkan bahwa UMKM juga membutuhkan sertifikat standar nasional Indonesia (SNI). Dia mengungkap mayoritas UMKM Indonesia masih sulit mendapatkan sertifikat ini.