Jumat, 10 Oktober 2025 – 15:42 WIB
Jakarta – Industri keuangan digital di Indonesia tengah tumbuh pesat, namun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa ekspansi fintech harus tetap dalam koridor hukum. Dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) September 2025, OJK mengumumkan pengenaan sanksi terhadap 14 penyelenggara pinjaman online (pinjol) yang terbukti melanggar ketentuan.
Baca juga:
Warga RI Makin Doyan Paylater, Nilai Transaksi Capai Rp 34 Triliun
OJK mencatat, selama September 2025 pihaknya telah menjatuhkan sanksi administratif kepada 14 Penyelenggara Pinjaman Daring (Pindar) atas pelanggaran regulasi yang berlaku.
Selain itu, lembaga pengawas juga menjatuhkan sanksi kepada 23 perusahaan pembiayaan, 1 perusahaan pembiayaan infrastruktur, 2 modal ventura, 8 perusahaan pergadaian swasta, 2 lembaga keuangan khusus, dan 3 lembaga keuangan mikro.
Baca juga:
OJK Buka Suara Soal Rencana Purbaya Guyur Dana Pemerintah ke BPD
Total terdapat 50 sanksi denda dan 75 peringatan tertulis yang dikeluarkan sepanjang bulan tersebut. Langkah ini, menurut OJK, bertujuan untuk mendorong pelaku industri fintech dan lembaga pembiayaan agar memperkuat tata kelola, kehati-hatian, serta kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.
Ilustrasi pinjaman daring (pindar) disetujui.
Baca juga:
Duit Warga RI Kena Tipu Capai Rp 6,1 Triliun dalam 11 Bulan Terakhir
“OJK berharap upaya penegakan kepatuhan dan pengenaan sanksi tersebut dapat mendorong pelaku industri meningkatkan aspek tata kelola yang baik, kehati-hatian, dan kepatuhan,” tulis OJK dalam siaran pers, seperti dikutip pada Jumat, 10 Oktober 2025.
Di sisi lain, OJK juga mencatat peningkatan signifikan dalam penggunaan layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau paylater baik di sektor perbankan maupun perusahaan pembiayaan. Hingga Agustus 2025, baki debet BNPL perbankan mencapai Rp24,33 triliun, naik 32,35 persen year-on-year. Sementara BNPL dari perusahaan pembiayaan naik 79,91 persen yoy menjadi Rp9,97 triliun.
Kendati demikian, OJK menyoroti pentingnya menjaga risiko kredit tetap terkendali. Rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Financing (NPF) di perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 2,51 persen, sedangkan untuk sektor pinjol tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) berada di level 2,60 persen, menunjukkan risiko kredit masih dalam batas aman.
Langkah pengawasan ketat terhadap pinjol ilegal dan fintech yang bermasalah juga menjadi bagian dari strategi OJK memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sektor keuangan digital.
OJK menegaskan komitmennya untuk terus meningkatkan pengawasan, memperkuat regulasi sandbox inovasi keuangan digital, serta melindungi konsumen dari praktik tidak sehat.
“OJK akan terus mendorong pelaku industri untuk memperbaiki tata kelola dan meningkatkan kepatuhan agar sektor ini dapat berkontribusi optimal terhadap pertumbuhan ekonomi,” tulis lembaga tersebut.