Kamis, 23 Oktober 2025 – 08: 20 WIB

Jakarta — Gagasan besar Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, tentang kemerdekaan dan keadilan dunia kembali menggema dalam acara “Sukarno and The Making From The Information Globe” di Teater Besar Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Rabu 22 Oktober 2025

Baca Juga:

Soeharto Diusulkan jadi Pahlawan Nasional, Golkar: Jasanya Tak Bisa Dihapus

Acara yang diselenggarakan oleh Badan Sejarah Indonesia DPP PDI Perjuangan bekerja sama dengan Historia.ID itu menghadirkan sejarawan asal Belgia, David Van Reybrouck, penulis buku “Revolusi Indonesia and the Birth of the Modern Globe” yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Dalam sambutan pembuka, Anggota DPR RI Bonnie Triyana, sekaligus pendiri Historia.ID, menekankan pentingnya meneladani kembali pemikiran Soekarno yang menolak segala bentuk penindasan manusia atas manusia dan bangsa atas bangsa.

Baca Juga:

Presiden Prabowo Bakal Jadi Inspektur Upacara HUT ke- 80 TNI di Monas

“Bung Karno percaya kemerdekaan sejati belum tercapai bila masih ada eksploitasi satu bangsa atas bangsa lain. Dari keyakinan itu lahirlah semangat Bandung,” ujar Bonnie.

Menurut Bonnie, pada masa awal kemerdekaan, Soekarno memainkan peran sentral dalam menyatukan bangsa-bangsa Asia dan Afrika melalui Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955 di Bandung. Ia bersama tokoh dunia seperti Jawaharlal Nehru (India), Gamal Abdel Nasser (Mesir), John Kotelawala (Sri Lanka), dan U Nu (Burma/Myanmar) membangun solidaritas melawan kolonialisme dan ketidakadilan global.

Baca Juga:

PDIP: Pancasila Fondasi Kokoh Hadapi Tantangan Disrupsi Digital dan Global

Dalam konteks itu, Indonesia di bawah kepemimpinan Soekarno tak hanya menjadi simbol kemerdekaan politik, tetapi juga pusat ethical gerakan anti-kolonial dunia.

“Semangat internasionalisme Bung Karno adalah cerminan kemanusiaan global yang kini mulai pudar,” tutur Bonnie.

Sementara itu, David Van Reybrouck dalam kuliah umumnya menyebut bahwa Konferensi Bandung merupakan tonggak sejarah yang mengubah wajah dunia. Ia menilai semangat Bandung mencerminkan optimisme dan harapan bangsa-bangsa baru merdeka pasca-Perang Dunia II.

“Bandung adalah momen luar biasa. Di sana, dunia ketiga lahir sebagai kekuatan ethical baru. Namun mimpi Bandung hanya bertahan sejenak dan hancur pada 1965, seiring perubahan politik international dan campur tangan kekuatan besar,” ujar David.

David menerangkan, salah satu warisan penting KAA adalah transformasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Lima bulan setelah konferensi, banyak negara peserta Bandung bergabung ke PBB, menjadikan lembaga itu lebih inklusif dan benar-benar global.

Halaman Selanjutnya

“Tahun 1960 dikenal sebagai Tahun Afrika, ketika 18 negara merdeka dan sebagian besar adalah peserta Konferensi Bandung. Itu menunjukkan pengaruh besar Indonesia dan Soekarno terhadap tatanan dunia baru,” urainya.

Tautan Sumber