Rabu, 22 Oktober 2025 – 17:49 WIB

Jakarta – Sosok gembong narkoba Fredy Pratama masih bebas berkeliaran, meski telah dikejar Polri hingga ke luar negeri.

Baca Juga:

Penerapan ETLE Diharapkan Buat Masyarakat Patuh Berlalu Lintas, Bukan Takut Ditilang

Direktur Tindak Pidana Narkoba Badan Reserse Kriminal Polri, Brigadir Jenderal Polisi Eko Hadi Santoso, mengungkap alasan kenapa Fredy begitu sulit ditangkap. Bukan karena kurang upaya, tapi karena sang bandar selalu berpindah lokasi layaknya bayangan.

“Kendala utamanya, yang dikejar lari-lari. Pindah-pindah sana-sini. Kalau dia nongkrong di pojokkan udah kena,” kata Eko, Rabu, 22 Oktober 2025.

Baca Juga:

Kakorlantas Ungkap E-Tilang di Jatim Naik 307 Persen, Harap Kamera ETLE Jadi 1.000 Tahun Depan

Korps Bhayangkara, kata Eko, sudah mengajukan red notice Interpol untuk memburu Fredy ke manapun dia kabur. Semua jalur internasional kini dalam pengawasan.

“Ada, orang lari ke luar negeri. Ada prosedurnya. Kita red notice. Dikirim ke hubinter. Hubinter bekerja sama dengan interpol dan lain-lain. Karena orangnya tidak ada di wilayah hukum kita,” kata dia.

Baca Juga:

Tak Tahu Jalan Pulang, Lansia Pikun Akhirnya Dipulangkan Polisi ke Rumahnya

Sebelumnya diberitakan, nama buronan gembong narkoba internasional Fredy Pratama tiba-tiba tidak lagi tercantum dalam daftar red notice Interpol. Padahal, selama ini identitas Fredy sempat terpampang lengkap di situs resmi lembaga kepolisian dunia itu.

Dalam catatan Interpol, Fredy tercatat lahir di Banjarmasin pada 25 Juni 1985. Ia digambarkan berambut panjang hitam, mengenakan kaus biru, dan sempat masuk dalam daftar bersama tujuh buronan lain, di antaranya Pietruschka Evelina Fadil (64), Kurniawan Edo (40), hingga Daschbach Richard Jude (88).

Namun, kini namanya hilang. Menanggapi hal itu, Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Polri, Brigadir Jenderal Polisi Untung Widyatmoko, memberikan penjelasan.

“Dalam red notice memang ada dua tipe,” kata Untung, Rabu, 1 Oktober 2025.

Dengan kata lain, meski nama Fredy tidak lagi terlihat di laman publik Interpol, status buronan internasionalnya tetap berlaku dan masih bisa diakses oleh aparat penegak hukum lintas negara. Namun, dia menegaskan lagi ada buronan berstatus red notice yang ditampilkan untuk publik dan buronan yang hanya ditampilkan untuk aparat penegak hukum saja, contohnya seperti Fredy ini.

“Satu published for public dan kedua published for law enforcement only,” kata dia.

Kakorlantas Targetkan 5 Ribu Kamera ETLE Terpasang pada 2026

Kakorlantas menekankan penegakan hukum lalu lintas dengan sistem ETLE harus lebih dikedepankan dengan persentase 95 persen, sementara sistem tilang manual hanya 5 persen

img_title

VIVA.co.id

22 Oktober 2025

Tautan Sumber