Rabu, 22 Oktober 2025 – 00: 30 WIB
Jakarta — Aktris Sandra Dewi akhirnya buka perlawanan. Istri dari terpidana perkara korupsi timah, Harvey Moeis, menggugat penyitaan aset-aset mewahnya oleh negara.
Baca Juga:
Kejaksaan Agung Usul Hukuman Kerja Sosial di KUHP Baru Dibuat Fleksibel
Langkah hukum ini langsung menyita perhatian publik. Namun, Kejaksaan Agung (Kejagung) tampak tidak gentar sedikit word play here. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, menegaskan bahwa gugatan keberatan semacam itu sah-sah saja, selama dilakukan sesuai aturan.
“Yang jelas untuk pihak ketiga yang beritikad baik, silakan ajukan kan diatur dalam Pasal 19 UU Tipikor dan Jaksa tentunya akan menjawab dan mempunyai argumen dan bukti yang akan disampaikan di persidangan,” kata Anang dikutip Rabu, 22 Oktober 2025
Baca Juga:
Prabowo Bilang Aparat Jangan Tumpul ke Atas Tajam ke Bawah, Kejagung Bilang Begini
Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna
Dirinya menegaskan, jaksa penuntut sudah menyiapkan amunisi hukum untuk menghadapi gugatan sang artis. Namun ia juga menegaskan bahwa apapun hasilnya, Korps Adhyaksa tetap menghormati keputusan majelis hakim.
Baca Juga:
Sandra Dewi Minta Asetnya yang Disita di Kasus Harvey Moeis Dikembalikan, Ungkit Perjanjian Pra Nikah
“Tentunya apapun keputusanya pengadilan yang akan memutuskan dan kami pasti menghormati,” kata Anang.
Adapun gugatan Sandra Dewi sendiri telah terdaftar resmi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 7/ PID.SUS/ KEBERATAN/TPK/ 2025/ PN.Jkt.Pst.
Juru Bicara PN Jakpus, Andi Saputra, membenarkannya. Aset yang disengketakan itu mencakup sejumlah perhiasan, 88 tas branded, rumah mewah di Jakarta Selatan, hingga deposito senilai Rp 33 miliar. Sandra menegaskan, harta itu adalah hasil kerja kerasnya sebagai aktris dan brand ambassador, bukan hasil kejahatan.
Sebelumnya, Mahkamah Agung memutuskan menolak permohonan kasasi terdakwa Harvey Moeis, yang merupakan perpanjangan tangan PT Improved Bangka Tin (RBT), sehingga tetap divonis 20 tahun penjara dalam kasus korupsi timah.
Ia juga tetap divonis denda dan hukuman tambahan berupa uang pengganti seperti putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, yakni Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti (subsider) dengan 8 bulan kurungan serta uang pengganti sebesar Rp 420 miliar subsider 10 tahun penjara.
Mulanya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat memvonis Harvey dengan pidana penjara 6 tahun dan 6 bulan, denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp 210 miliar subsider 2 tahun penjara.
Halaman Selanjutnya
Pada tingkat banding, PT DKI Jakarta memperberat hukuman Harvey menjadi 20 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp 420 miliar subsider 10 tahun penjara.