Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia Kecam Kelompok Anarkis Saat Demo

Sabtu, 30 Agustus 2025 – 15: 38 WIB

Jakarta, Viva — Gelombang aksi yang berlangsung di depan Gedung DPR pada 25 dan 28 Agustus 2025 kembali membuka ruang kritik terhadap perilaku para politisi.

Baca juga:

Demo di Jateng, Polda Catat 42 Orang Pengunjuk Rasa dan Aparat Terluka

Massa menuntut agar DPR menghapus tunjangan fantastis bagi anggotanya yang dinilai berlebihan dan tidak relevan dengan kondisi masyarakat saat ini. Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pdt. Jacklevyn Manuputty, menyampaikan keprihatinannya terhadap situasi yang terjadi.

Dirinya menilai, konflik yang muncul dalam aksi massa seringkali menempatkan aparat dan masyarakat sebagai pihak yang berhadap-hadapan, sementara politisi justru lepas dari tanggung jawab.

Baca juga:

Sekjen Golkar Ingatkan Kader Hati-hati Bertutur Kata dan Jangan Flexing

“Para politisi berulah, aparat dan masyarakat berhadap-hadapan lalu menjadi korban. Dan seperti biasanya, kebanyakan politisi tampil dengan cengengesan di depan kamera dan mikrofon, memberi sambutan lalu melupakan,” ujar dia dikutip dari akun Facebooknya, Sabtu, 30 Agustus 2025

Dirinya menekankan bahwa bangsa ini tak bisa dibangun dengan pendekatan represi terhadap suara rakyat. Menurutnya, kemarahan publik yang tersalurkan dalam aksi harus dipahami sebagai bentuk refleksi dan dorongan perubahan, bukan ancaman.

Baca juga:

DPR Diingatkan Stop Pernyataan Provokatif, Jangan Benturkan Masyarakat dengan Aparat

“Bangsa ini harus dibangun bukan dengan represi tetapi refleksi. Bukan dengan ketakutan, tetapi dengan keberanian untuk berubah. Suara rakyat bukan untuk dibungkam, tetapi untuk didengar, dipahami dan dijadikan arah,” kata dia.

Manuputty word play here mengingatkan agar para politisi tak keliru membaca situasi dengan menjadikan kemarahan rakyat sebagai sekadar alat politik. Dirinya menilai keresahan publik lahir dari akumulasi janji yang tak ditepati, kebijakan yang melukai, dan kepemimpinan yang lalai.

“Semoga para politisi tidak menafsirkan kemarahan rakyat sebagai alat politik. Jangan pura-pura lupa, kemarahan rakyat bukan datang dari ruang kosong. Ia lahir dari janji-janji yang dikhianati, dari kebijakan yang menyakiti, dari kepemimpinan yang abai. Jangan mempolitisir luka yang kalian torehkan,” kata dia.

Miris, Peneliti BRIN Singgung DPR Pilih Jalan-jalan Saat Rakyat Protes

Peneliti BRIN menilai aksi yang berlangsung pada 28 Agustus 2025, makin menegaskan kualitas anggota DPR yang dianggap tak menunjukkan karakter sebagai negarawan.

img_title

Viva.co.id

30 Agustus 2025

Tautan Sumber