Gedung Mahkamah Konstitusi

Kamis, 28 Agustus 2025 – 17:24 WIB

Jakarta, Viva – Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan waktu dua tahun bagi pemerintah untuk menindaklanjuti Putusan Nomor 128/PUU-XXIII/2025 yang melarang wakil menteri (wamen) melakukan rangkap jabatan.

Baca juga:

Tok! MK Larang Wakil Menteri Rangkap Jabatan

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam sidang di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis, mengatakan tenggang waktu tersebut diberikan untuk menghindari kekosongan hukum maupun ketidakpastian dalam mengimplementasikan putusan Mahkamah Konstitusi.

“Mahkamah memandang perlu memberikan tenggang waktu bagi pemerintah untuk melakukan penyesuaian terhadap ketentuan larangan rangkap jabatan wakil menteri tersebut. Oleh karena itu, Mahkamah mempertimbangkan diperlukan masa penyesuaian dimaksud paling lama dua tahun sejak putusan a quo (ini) diucapkan,” ujarnya.

Baca juga:

Pesan Prabowo ke Bupati: Harus Jalankan Pemerintahan yang Bersih dan Adil

Gedung Mahkamah Konstitusi

Gedung Mahkamah Konstitusi

Foto:

  • ANTARA Foto/Hafidz Mubarak

Menurut Mahkamah, waktu dua tahun itu cukup untuk melakukan perubahan terhadap posisi yang selama ini diduduki oleh wakil menteri.

Baca juga:

Setelah Buruh Pulang, Mahasiswa Mulai Duduki DPR: Orasi Panas Bergema

“Dengan demikian, tersedia waktu yang cukup dan memadai bagi pemerintah untuk melakukan penggantian jabatan yang dirangkap tersebut oleh orang yang memiliki keahlian dan profesionalitas dalam mengelola perusahaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ucap Enny.

MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan advokat Viktor Santoso Tandiasa. Perkara itu sejatinya dimohonkan oleh Viktor bersama pengemudi ojek daring Didi Supandi, tetapi MK menyatakan Didi tidak memiliki kedudukan hukum.

Dalam amar putusannya, Mahkamah secara eksplisit memasukkan frasa “wakil menteri” ke dalam norma Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang pada mulanya hanya berisi larangan rangkap jabatan untuk menteri.

Melalui putusan tersebut, MK memaknai Pasal 23 UU Kementerian Negara menjadi:

Menteri dan wakil menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan/atau APBD. “

Terhadap putusan tersebut, dua orang hakim menyatakan berbeda pendapat (opini berbeda), yakni Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Arsul Sani. (Ant)

Halaman Selanjutnya

Dalam amar putusannya, Mahkamah secara eksplisit memasukkan frasa “wakil menteri” ke dalam norma Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang pada mulanya hanya berisi larangan rangkap jabatan untuk menteri.

Halaman Selanjutnya

Tautan Sumber