Selasa, 16 September 2025 – 15:55 WIB

Jakarta, Viva – Center for Information and Development Studies (Cides) Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) menawarkan gagasan inovatif dalam Africa Global Health Symposium yang digelar di Casablanca, Maroko pada awal bulan ini.

Baca juga:

Cara PLN IP Pastikan UBP Jeranjang Tak Hanya Jadi Pusat Energi Pulau Lombok

Ketua Cides ICMI Andi Bakti yang menjadi salah satu pembicara dalam forum tersebut memaparkan. Bahwa Indonesia sebagai produsen tembakau terbesar keenam dan produsen cengkih terbesar pertama di dunia, menghadapi dilema unik antara menjaga kesehatan masyarakat dan melindungi mata pencaharian jutaan warganya.

Forum yang dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai belahan dunia ini mengusung pendekatan pengurangan bahaya atau harm reduction dari perspektif Islam. Gagasan ini menawarkan jalan tengah bagi negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim dalam menanggulangi prevalensi merokok sekaligus menjaga stabilitas ekonomi, khususnya kesejahteraan petani tembakau dan cengkih.

Baca juga:

China dan Amerika Mulai Berunding Bahas Masalah Ekonomi-Perdagangan

“Larangan total terhadap produk tembakau konvensional bukanlah solusi yang adil dan efektif, terutama bagi negara dengan industri dan budaya tembakau yang telah mengakar seperti Indonesia,” kata Andi dikutip dari keterangannya, Selasa, 16 September 2025.

Dia menjelaskan, pendekatan pengurangan bahaya yang selaras dengan prinsip-prinsip Islam, seperti maslahah (kebaikan bersama) dan hifz al-nafs (perlindungan hidup), menawarkan solusi yang lebih seimbang. Bahan yang dipresentasikan menyoroti pentingnya membedakan profil risiko berbagai produk tembakau.

Baca juga:

DPR Minta Publik Beri Kesempatan Buktikan Purbaya Effect

Salah satu contohnya, produk tembakau yang dipanaskan (HTP/HNB) di mana berdasarkan berbagai kajian ilmiah internasional disebutkan dapat mengurangi paparan zat berbahaya hingga 90-95 persen dibandingkan rokok yang dibakar.

Panen tembakau petani Indonesia. (ilustrasi)

Panen tembakau petani Indonesia. (ilustrasi)

Foto:

  • ANTARA FOTO/Anis Efizudin

Selain produk tembakau dipanaskan, berkat perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, saat ini juga sudah ada beberapa kategori produk lain yang sudah terbukti secara ilmiah dapat mengurangi paparan zat berbahaya jika dibandingkan rokok.

‘Inovasi-inovasi tersebut dapat menjadi alternatif bagi perokok dewasa yang kesulitan berhenti, sekaligus menjaga kelangsungan industri yang menopang perekonomian nasional,” ujarnya.

Dukungan regulasi modern di Indonesia, seperti UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 juga menjadi contoh nyata bagaimana kebijakan mulai dirancang secara proporsional dan mempertimbangkan adanya faktor perbedaan risiko antara produk tembakau yang beredar di pasaran.

Harapannya, peraturan turunannya dapat mengadaptasi pendekatan pengurangan risiko agar manfaat produk tembakau alternatif dapat dimaksimalkan. Andi Bakti menyerukan pentingnya kolaborasi antara ulama, ahli kesehatan masyarakat, dan pemerintah untuk menyusun panduan berbasis bukti ilmiah dan nilai-nilai keagamaan.

“Dengan kolaborasi ini, negara-negara muslim dapat menjadi pelopor dalam model pengendalian tembakau yang adil, efektif, dan berbasis ilmu pengetahuan,” pungkasnya.

Gagasan Indonesia ini mendapat sambutan hangat dari para peserta symposium, terutama dari perwakilan negara-negara Afrika yang menghadapi tantangan serupa. Gagasan ini diharapkan dapat menginspirasi negara-negara lain, khususnya di kawasan Afrika dengan populasi muslim yang signifikan, untuk mengadopsi kebijakan pengendalian tembakau yang komprehensif dan berkeadilan.

Halaman Selanjutnya

Selain produk tembakau dipanaskan, berkat perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, saat ini juga sudah ada beberapa kategori produk lain yang sudah terbukti secara ilmiah dapat mengurangi paparan zat berbahaya jika dibandingkan rokok.

Halaman Selanjutnya

Tautan Sumber