Jakarta, Viva – Dunia pertahanan Indonesia kembali disorot tajam oleh media internasional. Pasalnya, langkah pemerintah dalam menentukan arah modernisasi kekuatan udara TNI AU kini berada di persimpangan yang rumit.

Baca juga:

Trump Kerahkan Jet Tempur Siluman F-35 Basmi Kartel Narkoba Venezuela, Maduro Jiper!

Di satu sisi, Indonesia berpeluang mendapatkan jet tempur paling mematikan buatan Amerika Serikat, Boeing F-15EX Eagle II, yang sudah diakui dunia. Namun Indonesia masih terikat komitmen pada proyek ambisius bersama Korea Selatan, yakni pengembangan jet tempur generasi 4.5 KF-21 Boramae.

Dilema ini bukan sekadar tentang memilih pesawat tempur, melainkan menyangkut masa depan kemandirian industri pertahanan Indonesia. Apakah Indonesia akan mengambil jalan pragmatis dengan membeli teknologi siap pakai dari sekutu strategis, ataukah memilih jalan idealis dengan tetap menanamkan investasi besar pada proyek bersama yang penuh risiko dan utang?

Baca juga:

J-20S China Disebut Lampaui Jet Tempur Generasi Kelima, Teknologi Canggihnya Bikin Dunia Militer Geger

Media pertahanan luar negeri menggambarkan keputusan ini sebagai langkah yang “membingungkan” tetapi sekaligus strategis.

VIVA Militer: Jet tempur KAK KF-21 Boramae militer Korea Selatan

Baca juga:

5 Jet Tempur Siluman China yang Dipamerkan di Parade Militer, J-20S Bikin Geger Dunia!

Seperti ditulis Asian Military Review, “Indonesia telah menunjukkan pendekatan yang membingungkan dalam akuisisi pesawat tempurnya. Mereka memproses pembelian Rafale dari Prancis, menunda F-15EX dari Amerika, sekaligus tetap mempertahankan komitmen pada KF-21 Boramae. Strategi ini sangat kompleks dan mungkin dimaksudkan untuk menyeimbangkan hubungan geopolitik serta kebutuhan teknologi.”

Lantas, seperti apa drama di balik layar yang membuat masa depan kekuatan udara Indonesia berada di ujung tanduk? Berikut ulasannya.

Minat Indonesia pada F-15EX Eagle II

Ketertarikan Indonesia pada jet tempur Boeing F-15EX bukanlah isapan jempol. Program ini sudah lama jadi sorotan internasional dan melibatkan persetujuan langsung dari pemerintah Amerika Serikat.

Disetujui AS Sejak 2022

Pada Februari 2022, Departemen Luar Negeri AS menyetujui kemungkinan penjualan hingga 36 unit F-15IDN kepada Indonesia. Paket itu bernilai sekitar US$13,9 miliar atau lebih dari Rp200 triliun.

Penjualan mencakup pesawat, mesin, senjata, serta dukungan logistik. Persetujuan ini memperlihatkan bagaimana Washington menilai Jakarta sebagai mitra strategis penting di kawasan Indo-Pasifik.

MoU Sudah Ditandatangani

Penandatanganan MoU komitmen pembelian 24 Unit Pesawat Tempur F-15EX.

Penandatanganan MoU komitmen pembelian 24 Unit Pesawat Tempur F-15EX.

Pada Agustus 2023, Kementerian Pertahanan RI dan Boeing sudah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) untuk akuisisi 24 unit F-15EX. Namun, sampai sekarang kontrak pembelian final tak kunjung diteken. Kondisi ini memunculkan spekulasi bahwa ada faktor politik dan komitmen lain yang menahan proses.

Komentar Langsung dari Boeing

Dalam wawancara dengan Janes, media pertahanan terkemuka, Clara Logsdon, pejabat senior Boeing, mengatakan, “Kami sangat percaya bahwa kesepakatan F-15EX pada akhirnya akan terwujud. Minat Indonesia terhadap F-15EX sangat jelas.”

KF-21 Boramae: Antara Impian dan Utang

Di balik ketertarikan pada F-15EX, Indonesia juga masih terikat proyek besar dengan Korea Selatan, yakni KF-21 Boramae. Proyek ini sejak awal diposisikan bukan hanya soal membeli jet tempur, melainkan juga transfer teknologi.

VIVA Militer: Wamenhan RI hadiri Flight Test Pesawat Tempur KF-21 di Korsel

VIVA Militer: Wamenhan RI hadiri Flight Test Pesawat Tempur KF-21 di Korsel

Janji Transfer Teknologi

Dalam kesepakatan awal, Indonesia menyanggupi menanggung 20 persen biaya proyek KF-21 yang totalnya mencapai sekitar Rp100 triliun. Harapannya, PT Dirgantara Indonesia bisa mendapat akses teknologi mutakhir dan memperkuat industri dalam negeri.

Namun, perjalanan proyek tidak mulus. Media Korea Selatan, Yonhap News Agency, melaporkan bahwa Indonesia menunggak pembayaran hingga mencapai Rp16 triliun. Kondisi ini membuat Seoul sempat meragukan komitmen Jakarta untuk tetap bertahan dalam proyek.

Kesepakatan Baru 2025

Setelah negosiasi panjang, pada Juni 2025 kedua negara akhirnya menyepakati restrukturisasi pembayaran. Indonesia berjanji tetap berpartisipasi, tetapi dengan skema pembayaran yang lebih fleksibel agar tidak terlalu membebani keuangan negara.

Langkah Indonesia dalam mengelola program jet tempurnya dipandang unik oleh analis militer luar negeri.

Asian Military Review menulis, “Indonesia tampaknya berusaha menyeimbangkan kepentingan strategis dengan AS, Korea Selatan, dan juga Prancis melalui pembelian Rafale. Walau membingungkan, strategi ini bisa jadi cermin upaya menjaga hubungan geopolitik yang rumit.”

Bagi TNI AU, F-15EX menjanjikan kemampuan tempur yang siap digunakan dalam waktu dekat. Namun, KF-21 memberikan kesempatan emas bagi industri pertahanan Indonesia untuk belajar, meski risikonya adalah penundaan dan utang.

Politik Luar Negeri Ikut Berperan

Keputusan Indonesia bukan hanya soal teknis militer, tetapi juga geopolitik. Membeli F-15EX bisa mempererat hubungan dengan AS, sementara tetap berkomitmen pada KF-21 menjaga kedekatan dengan Korea Selatan.

Masa depan Angkatan Udara Republik Indonesia ditentukan oleh pilihan sulit antara jalan pragmatis atau idealis. Jika memilih F-15EX, Indonesia akan langsung mendapat superioritas udara dengan teknologi teruji. Namun, bila bertahan pada KF-21, Indonesia akan punya kesempatan membangun kemandirian industri meski dengan konsekuensi panjang.

Halaman Selanjutnya

Minat Indonesia pada F-15EX Eagle II

Halaman Selanjutnya

Tautan Sumber